ILUUSTRASI
Persatuan Guru dan Karyawan Swasta Indonesia (PGKSI) Jateng mengingatkan pemerintah bahwa para guru swasta lebih membutuhkan perhatian dibandingkan tenaga pengajar berstatus PNS.
 
PGKSI beralasan, selama ini keberadaan guru swasta masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Padahal dari sisi kuantitas, guru swasta jumlahnya sangat jauh melebihi keberadaan guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Ketua PGKSI Jateng Muh Zen Adv memaparkan, di Jawa Tengah misalnya,jumlah guru swasta menduduki porsi 47% dari jum-lah total guru yang ada.Jumlah-nya 400.000 orang lebih.Namun,kesejahteraan mereka masih jauh tertinggal. Dari 47% tersebut, masingmasing berstatus guru tetap yayasan, guru tidak tetap (GTT), maupun guru kontrak dengan jumlah mencapai 195.000 orang.

”Baik kesejahteraan maupun akses untuk mengembangkan diri masih jauh dibandingkan dengan guru negeri. Padahal keberadaan mereka memberikan kontribusi besar bagi dunia pendidikan di Indonesia, Jateng khususnya,” ujarnya di sela-sela seminar nasional “Peran Guru Swasta dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang diselenggarakan PGKSI Jateng di Gedung Kesbanglinmas Jateng,baru-baru ini. Masih terbatasnya akses pengembangan diri dan profesi dapat dilihat dari minimnya fas-i-litas. Mulai dari pendidikan dan latihan (diklat) hingga peningkatan kualifikasi pendidikan.Di satu sisi, hampir 50–60% guru swasta belum mencapai standar kualifikasi minimal yakni S-1 atau D-4. ”Seperti yang disebutkan Undang-Undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005, standar itu merupakan standar minimal yang mutlak.

Standar harus dipenuhi dan salah satunya menjadi syarat utama mendapatkan sertifikasi profesi guru,” bebernya. Dengan kondisi tersebut, otomatis mereka akan jauh dari ke-sejahteraan dengan tidak men-da-patkan tunjangan profesi. Untuk itu, mereka meminta pemerintah memberikan perhatian misalnya dengan beasiswa bagi tenaga pengajar supaya dapat meningkatkan kualitas. Dengan demikian, mereka nanti akan lolos syarat sertifikasi. Di luar tunjangan profesi,perhatian pemerintah kepada guru swasta juga masih minim. Hal ini dapat dilihat masih rendahnya dana bantuan yang diberikan untuk guru non-PNS. Untuk tingkat provinsi misalnya, dana bantuan hanya Rp4–5 miliar.”Itu pun tidak dapat dipastikan apakah sampai ke tangan para guru tersebut atau tidak,”kritiknya. Ketua Umum DPP Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman menambahkan, se-lama ini upah yang diterima guru swasta masih jauh dari upah minimum regional (UMR).

Rata-rata penghasilan mereka dari mengajar berkisar Rp150.000–700.000 per bulan.”Bahkan ada juga yang lebih rendah,”ucapnya. Banyak pula keberadaan guru tersebut di bawah satuan pendidikan yang terbilang lemah dari sisi ekonomi.Dengan demikian,keberadaannya juga rentan pemutusan hubungan kerja (PHK).”Itu bisa terjadi jika tidak ada kemampuan dari pihak yayasan atau sekolah untuk menggaji,”ucapnya. (susilo himawan)
 
 
Sumber:Harian Seputar Indonesia.