KARAWANG, PEKA -  Advocates & Counsellors at Law, A. Ferryanto Piliang, S.H mengatakan,  kliennya yang bernama H. Husni Thamrin merupakan Ahli Waris Alm. H. Moch. Zein Bin Abdullah dan Hj. Napsiah Bin Banjar, yang memiliki sebidang tanah di Kampung Ciblado, Desa Anggadita, Kecamatan Klari dan telah terdaftar  di Kantor Pertanahan BPN/ATR Kab. Karawang dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 46 tertanggal 7 April 1975 seluas 3.890 M2.

Ferryanto Piliang
“Setelah terjadi pemekaran Desa pada tahun 1982, ternyata objek tanah milik klien kami masuk ke wilayah Desa Gintungkerta, dan saat itu terjadi petaka dimana sebahagian besar tanah KLIEN kami dikuasai oleh Developer Perumahan yaitu PT.Begawan Cipta Laras (BCL), dan sudah dibangun unit-unit dan dipasarkan kepada konsumennya dan saat ini juga dijadikan agunan di salah satu Bank milik Negara,” katanya.

Kejadian itu menurut Ferry, membuat kliennya mempertanyakan kepada pihak Kantor Pertanahan Karawang dan hasil yang diperoleh oleh klien begitu kagetnya ketika disampaikan sebagian objek tanah SHM No. 46 milik klien Ferry berada di SHGB milik Perusahaan tersebut atau disebut dengan Overlapping, itu tertuang dalam Berita Acara Tentang Hasil Pelaksanaan Pengukuran dibawah Nomor 227/BA-32.15/IV/2016 tertanggal 04 April 2016 yang dilakukan oleh Pihak Kantor Pertanahan Karawang.

Kata dia, terhadap hasil tersebut telah dilakukan Mediasi diprakarsai oleh Kantor Pertanahan Karawang untuk pengembalian batas tanah milik klien, namun mediasi itu ditolak oleh PT. BCL, dan keberatan dengan solusi yang ditawarkan dank arena tidak ada titik temu/kesepkatan pihak BPN Karawang-pun menyarankan agar persoalan tersebut dibawa ke Pengadilan.

“Kemudian Kami mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Karawang dibawah No. 65/Pdt.G/2016/PN.Kwg dengan dasar perbuatan melawan hukum penguasaan lahan tanah milik KLIEN secara tanpa hak, dan pengembalian batas tanah,” kata dia lagi.

Lanjutnya, berdasarkan persidangan Majelis Hakim yang memeriksa perkara telah melakukan Pemeriksaan Setempat (PS) dilokasi tanah tersebut, dan kemudian Mereka juga menghadirkan saksi dari BPN Karawang yang alasannya agar jelas duduk perkara tersebut, setelah dipanggil secara resmi oleh PN Karawang dan ternyata pihak BPN yang dihadirkan oleh Majelis Hakim tersebut adalah 3 (tiga) orang yaitu Bunyamin, Deden Sudrajat dan Edi Suwardi;

“Para saksi yang diminta langsung oleh Majelis Hakim tersebut memberikan penjelasan yang sesuai dengan fakta yang ada dan dokumen yang terdapat dalam arsip BPN Karawang, Para Saksi menjelaskan bahwa benar telah terjadi overlapping dimana tanah milik klien kami yaitu SHM No. 46 berada di SHGB milik PT. BCL, dan fakta yang penting saat itu ternyata SHGB No. 00825 seluas 5.854 M2 milik developer tersebut adalah hasil ajudikasi, dimana warkah tanah yang ada diajukan sebagai alas hak pendaftaran tanah tersebut hanya AJB No. 443/JB/594.4/1988 seluas 2.730 M2 dan sisanya tidak ada warkahnya, sehingga BPN saat itu menyatakan telah terjadi kesalahan pengukuran pada saat Ajudikasi tersebut, sehingga yang benar itu adalah SHM No. 46,” jelasnya.

Dengan kesaksian dari pihak BPN tersebut, telah terbukti SHM No. 46 harus dikembalikan batas luas tanahnya seperti semula. Namun kenyataannya ketika putusan Majelis Hakim yang diketuai oleh Wisnu Widiastuti,S.H, M.Hum dan anggotanya Elvina, S.H.,M.H dan Victor Suryadipta, S.H. dan Panitera Penggantinya yang mencatat berita acara persidangan Hartanto, S.H., M.H. Memutuskan perkara tersebut pada tanggal 2 Maret 2017, dimana pertimbangannya dan amar putusannya sangat-sangat diluar dugaan kami.

Setelah dihadirkannya dalam persidangan oleh majelis hakim tersebut saksi-saksi kunci dari BPN Karawang selaku institusi yang berwenang atas seluruh masalah pertanahan, tetap saja putusannya KLIEN kami selaku Pemilik Tanah dan yang memiliki sertifikat tanah yang telah terdaftar lebih dahulu disuruh mengalah oleh Majelis Hakim tersebut, kenapa kami bilang seperti itu, sebab SHM No. 46 milik klien kami semula berjumlah 3.890 M2 harus memberikan kepada PT. BCL seluas 2.890 M2 dan Klien kami disisakan 1.000 M2,

Disini kami sangat tidak menyangka pertimbangan dan amar putusan seperti itu, sudah jelas pihak BPN Karawang menerangkan SHM Klien kami-lah yang benar dan SHGB No. 00825 adalah kesalahan Ajudikasi, kenapa juga dalam Putusannya Majelis Hakim tersebut KLIEN kami yang harus mengalah dan diperintahkan menyerahkan sebagian besar tanahnya untuk TERGUGAT, dan ini sangat menciderai hak klien kami selaku pemegang Sertifikat Hak Milik yang secara hukum adalah alat bukti yang kuat sebagaimana ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Jo. Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

“Kami melihat adanya pertimbangan Majelis hakim yang tidak sesuai dan kurang pertimbangannya istilah hukumnya “ONVOLDOENDE GEMOTIVEERD” dalam putusannya tersebut, sehingga Klien kami mengajukan Permohonan Banding Ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat melalui PN Karawang pada tanggal 14 Maret 2017, point keberatan kami tersebut telah kami masukan dalam memori banding,”.

“Kami melihat ini adalah perkara serius, bagaimana bisa SHM yang lebih lama dan lebih dahulu terdaftar harus disuruh mengalah dan mengikhlaskan sebagian tanahnya harus diserahkan kepada pihak lain, yang secara pembuktian hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi yang hanya bersifat “testimonium de auditu” dan juga tidak ada bukti formal yaitu berupa surat yang menunjukan kepemilikan atas tanah klien kami tersebut telah dialihkan kepada mereka, kami sangat yakin Majelis Hakim pada saat itu paham kalo mereka sedang memeriksa perkara perdata bukan perkara pidana karena yang harus dikuatkan adalah Pembuktian Formalnya bukan pembuktian Materiil.

“Namun diperkara ini kami melihat Majelis hakim saat itu memberikan pertimbangan tidak memprioritaskan bukti formalnya tapi meyakini kesaksian-kesaksian pihak yang tidak berada pada peristiwa yang mereka berikan keterangan, hanya mendapatkan kabar berita lagi dari pihak lain atau istilahnya “katanya-katanya”

Lanjutnya, lebih parahnya lagi kesaksian-kesaksian itu didengarkan oleh Majelis hakim dan tidak didukung dengan bukti surat (pembuktian formal), ini menjadi dasar bagi kami mengajukan upaya hukum banding, semoga Pengadilan Tinggi Jabar nantinya akan memberikan pertimbangan yang sangat adil bagi Klien kami selaku pemegang hak SHM No. 46 yang telah terdaftar dari tahun 1975 dan itu telah diakui oleh pihak BPN Karawang dalam persidangan sebelumnya.

“Dan atas hal tersebut, kami sedang mempersiapkan beberapa upaya-upaya hukum lainnya terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini seperti laporan pidana ke Polda Jabar dan juga kami akan minta pendapat Komisi Yudisial, sehingga keadilan itu terlihat di ranah Karawang kita cintai ini. Jangan sampai yang dialami oleh klien kami, juga nantinya akan terjadi sama dengan pihak-pihak lain yang telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah yang lebih dahulu terdaftar di bpn karawang harus ikhlas menyerahkannya kepada pemegang sertifikat yang baru terbit,” tandansya.#oca-nv.