JAKARTA–.Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher), memaparkan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat di ruang Rimbawan IIIB Gedung Manggala Bhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jl. Gatot Subroto Jakarta, Sabtu (8/7/2017).
 
Pemaparan ini dilakukan dalam rangka penganugerahan Nirwasita Award 2017. Jawa Barat masuk dalam salah satu provinsi nominasi unggulan untuk mendapatkan penghargaan dari KLHK ini. Nirwasita Tantra adalah penghargaan kepada Kepala Daerah atas kepemimpinannya dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerah. Hal ini berdasarkan dokumen informasi kinerja pengelolaan lingkungan hidup daerah, serta respon dan inovasi yang telah dan sedang dilakukan.
 
Usai pemaparan, Aher mengatakan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya ada pada tren perbaikan setiap tahunnya. Menurut Aher, isu-isu lingkungan seperti tata guna lahan, persampahan, banjir, dan pencemaran lingkungan saat ini sedang ditangani dengan baik oleh Pemprov Jabar.
 
“Kami paparkan kondisi Jawa Barat saat ini, kemudian isu-isu strategis tentang lingkungan, yaitu tata guna lahan, persampahan, banjir, dan pencemaran lingkungan. Kami ungkap keseluruhannya,” ungkap Aher.
 
“Alhamdulillah, Jawa Barat trennya ada perbaikan ya. Umpamanya baku mutu air naik terus, membaik. Grade-nya C ya, sedang untuk sungai-sungai di Jawa Barat. Saat yang sama juga persampahan terus tertangani dengan baik,” lanjutnya.
 
Pemprov Jawa Barat saat ini tengah membangun berbagai Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) modern. Seperti di Bandung, Bogor, Karawang, dan Cirebon. Selain itu, pembangunan kolam retensi dan terowongan menjadi bagian tak terpisahkan program penanggulangan banjir yang dilakukan Pemprov Jawa Barat.
 
“Bersama Pemerintah Pusat saat ini sedang kami lakukan membuat kolam retensi untuk parkir air di kawasan Cieunteng, kawasan yang paling rendah di Bandung Raya, Cekungan Bandung. Terobosan lain juga mudah-mudahan cepat selesai tahun 2018 atau 2019 nanti, yaitu membuat Terowongan Curug Jompong untuk penanggulangan banjir,” papar Aher.
 
Manajemen pengelolaan lingkungan hidup di daerah Jawa Barat tak lepas dari tiga hal, program struktural, nonstruktural, respon kultural. Program struktural dilakukan melalui normalisasi sungai, yaitu dengan melebarkan aliran sungai dan pengerukan dasar sungai.
 
Sementara program nonstruktural melalui penghijauan kawasan hulu sungai. Konservasi kawasan hutan diyakini akan memperkecil kemungkinan banjir. Konservasi ini dilakukan tidak hanya dengan tanaman tegak saja, namun juga tanaman-tanaman produktif seperti kopi yang bisa juga berdampak pada ekonomi masyarakat.
 
“Ada juga program kultural, tentu program ini membangun kebiasaan baru masyarakat untuk tidak mengotori lingkungan. Dalam konteks Citarum kami lakukan gerakan Lima Tidak, di hulu Tidak Menebang Pohon, ke hilirnya nanti Tidak Membuang Limbah Ternak, Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga, Tidak Membuang Limbah Industri, dan Tidak Membuang Sampah ke Sungai,” jelas Aher.
 
Program Citarum Bestari menjadi fokus atau unggulan pengelolaan lingkungan hidup Pemprov Jawa Barat. Program Citarum Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari (Bestari) ini digulirkan sejak 2014 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
 
“Program ini adalah upaya kita untuk menyelesaikan Citarum yang sering kali kotor karena limbah industri dan limbah lainnya. Dengan Citarum Bestari ini, Alhamdulillah di sebagian sungai sudah bisa ditanami ikan, kemudian sampah fisiknya sangat berkurang dibandingkan sebelum ada program ini,” kata Aher.
 
Agar lebih efektif, Citarum Bestari juga melibatkan perusahaan terutama perusahaan atau pelaku industri yang ada di sekitar Sungai Citarum. Berbagai sosialisasi dan pemahaman kepada para pelaku industri penting agar setiap perusahaan memiliki Instalasi Pengelolaan Limbah (Ipal).
 
“Kita kerjasama dengan mereka (pelaku industri), sesegera mungkin memperbaiki Ipal, mendayagunakan Ipal, Ipalnya digunakan bukan hanya dibuat. Dan sebagiannya (pelaku industri) ketika masih mem-bandel juga, law enforcement,” tutur Aher.
 
Dari sisi penegakkan hukum, Pemprov Jawa Barat juga membentuk Satuan Manunggal Satu Atap (Samsat) untuk Citarum. Unsur yang ada di dalam Samsat Citarum ini yaitu aparat Pemprov Jawa Barat, Pemkab/Pemkot terkait, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kepolisian Jawa Barat, TNI, juga BBWS (unsur Pemerintah Pusat).
 
“Sungai ini (Citarum) mengaliri 420 ribu hektar sawah, yang menjadi sumber pangan masyarakat Jawa Barat termasuk Jakarta. 18 persen hasil pangan (nasional) berasal dari Jawa Barat dan 12 persen (persawahan) diantaranya diairi oleh Citarum. Juga listrik yang didayagunakan lewat air (Citarum) itu ada 2.500 megawatt listrik dengan PLTA terbesar di Indonesia,” pungkas Aher.
 
Selain itu, Citarum Bestari juga melibatkan masyarakat desa di sekitar bantaran Sungai Citarum. Pelibatan masyarakat ini disebut Ecovillage atau desa berbudaya lingkungan. Ada 277 desa terlibat dalam program ini, 190 desa diantaranya ada di Cekungan Bandung yang langsung berhubungan dengan Citarum.
 
Ecovillage ini merekrut sebagian masyarakat desa (ecovillager) sebagai kader dan relawan Citarum. Mereka dilatih dan diberikan pemahaman tentang lingkungan yang wajib disebarkan luaskan pengetahuan dan pemahaman yang telah mereka miliki kepada masyarakat lain.
 
“Hasilnya, Alhamdulillah sungai-sungai lebih bersih, kemudian tempat-tempat sampah yang biasa hadir di tepi sungai sudah tidak ada, tempat-tempat sampah di pinggiran sungai sudah jadi taman. Kemudian sejumlah sungai sudah bersih dan karena bersih kemudian bisa ditanami ikan, sehingga tempat-tempat pembuangan sampah atau sungai-sungai yang dulu penuh dengan pembuangan sampah, sekarang sudah penuh dengan ikan,” pungkas Aher.

Penulis :Lili