KARAWANG-.Praktisi hukum Asep Agustian (Askun,red,) mempertanyakan‘nyali’ kejaksaan negeri (Kejari) Karawang untuk menangani kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau (DBHCT).Pasalnya,dana cukai yang terkumpul sejak tahun 2012 itu, penanganannya oleh penyidik kejaksaan tidak memiliki progres yang jelas.Bahkan pengacara berambut kuncir ini menuding kejaksaan setengah hati menanganinya,Minggu (20/8).
Gambar terkait“Progresnya tidak jelas sudah sampai dimana penanganannya kita tidak tahu, apakah mau dilanjut atau hilang begitu saja. Anggaran DBHCT itu besar jadi dan mengundang kecurigaan banyak orang seharusnya jadi prioritas penyidik Kejaksaan untuk ditangani hingga tuntas.Kalau memang tidak terbukti sampaikan kepada masyarakat, dan kalau ada indikasi agar di lanjut terus sampai tuntas,” kata Askun saat dikonpirmasi dikediamannya.
Menurutnya, statemen Kepala Kejari Karawang, Sukardi, bahwa kasus DBHCT sudah ditangani bidang intelejen belum terlihat tindak lanjutnya. Malah terkesan kasus tersebut secara perlahan menjadi bias karena belum ada keterangan lanjutan seperti apa kasus tersebut.
“Seharusnya Kajari itu berani terbuka jangan membuat statemen yang menggantung atau tidak jelas. Kalau mau ditangani tunjukan donmg progresnya sudah sampai mana jangan malah dibiarkan hilang begitu saja,” kata Asep.
Asep mengingatkan selama kepemimpinan Sukardi sebagai Kepala Kejaksaan Karawang, belum ada produk hukum perkara korupsi yang naik hingga persidangan.Perkara hukum yang sekarang sampai persidangan merupakan warisan dari Kepala Kejaksaan sebelumnya. ” Selama menjabat di Karawang saya belum melihat ada produk hukum yang dia tangani naik ke persidangan. Padahal banyak kasus yang ditangani bahkan sudah berapa pejabat yang dipanggil tapi hasilnya mana?” katanya.
Menurut Asep kasus dugaan korupsi DBHCT merupakan kasus besar yang sudah lama di suarakan masyarakat di Karawang. Kecurigaan masyarakat terhadap dana DBHCT bermula dari berlarut-larutnya rencana pembangunan rumah sakirt paru. Ditambah lagi jumlah dana yang terkumpul juga tidak jelas karena para pejabat Pemkab selalu berbeda menyebut angka sebenarnya. “Masyarakat hanya meminta kepastian bagaimana kelanjutan penanganannya sampai sekarang,” ucapnya.
Editor : Farida