Jakarta.- Perum Bulog menetapkan kebijakan kenaikan harga pada pembelian gabah di tingkat petani di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Hal itu dilakukan untuk menjaga harga di petani tetap menguntungkan lantaran HPP gabah dianggap sudah jauh jauh di bawah harga pasar.

Direktur Pengadaan Bulog, Tri Wahyudi Saleh, mengungkapkan perubahan harga dilakukan lewat skema fleksibilitas atau pembelian beras bisa dilakukan dengan harga tak mengikuti ketentuan HPP.

"Fleksibilitas tersebut diberikan karena harga HPP jauh di bawah harga pasar. Bulog diberikan fleksibilitas di atas HPP, posisinya harga pasar sudah jauh di atas HPP, nah sementara beberapa sentra produksi sudah mulai panen di Sulawesi Selatan, NTB, kita ditugasi pemerintah untuk fleksibilitas itu," jelas Tri, Selasa (8/8/2017).

Dengan kenaikan harga pembelian sebesar 10% di atas HPP, maka harga yang diberikan Bulog untuk gabah kering giling (GKG) petani yang dibeli dari semula Rp 4.650/kg menjadi Rp 5.115/kg, serta pembelian beras dari semula Rp 7.300/kg menjadi Rp 8.030/kg.

Tri menjelaskan, fleksibilitas harga pembelian di lapangan tersebut berlaku mulai 7 Agustus hingga 31 Desember 2017. Soal apakah kenaikan harga pembelian di atas HPP pemerintah membebani keuangan perseroan, hal tersebut tak jadi masalah lantaran merupakan penugasan dari pemerintah.

"Bulog sebagai operator pemerintah, ditugaskan dalam rapat koordinasi terbatas untuk melaksanakan pembelian berdasarkan fleksibilitas. Kalau Bulog kan peraturan pemerintah untuk stabilisasi di produsen dan konsumen. Jadi tidak ada keberatan, ya itu risiko sebagai operator pemerintah," ujar Tri.

Di sisi lain, ketentuan harga fleksibilitas untuk Bulog ini juga sudah diatur pemerintah dalam Perpres Nomor 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.

"Ya sebenarnya pemerintah sesuai dengan Perpres 48 tahun 2016 memberikan fleksibilitas kepada Perum Bulog dalam pembelian gabah dan beras," pungkas Tri.