Oleh :ASEP SALAHUDIN
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PWNU Jawa Barat.

Tahun 2018 warga Jawa Barat akan menentukan pilihan Gubernur dan Wakil Gubernur baru. Petahana sudah habis masa baktinya dan tidak mungkin mencalonkan kembali dirinya. Dua periode sudah Ahmad Heryawan bersinggasana di Gedung Sate, mengelola propinsi dengan segala kelebihan dan kekurangannya.


Ada banyak yang telah dilakukan, dan tidak sedikit juga janji-janji yang belum direalisasikan. Warga juga sudah sangat paham di tangan politisi janji itu seringkali menjelma semacam kebohongan yang dikemas seolah menjadi sebuah kebenaran dan kemudian dilemparkan ke khalayak untuk diamini. Dan tidak sedikit kemudian khalayak yang mempercayainya dan atau tidak mempercayainya.

Menjelang 2018, ada beberapa nama yang sering disebut-sebut sebagai calon Gubernur Jawa Barat. Tentu semua memiliki peluang untuk dipilih dan atau tidak dipilih. Hanya sampai saat ini belum ada yang secara resmi memenuhi persyaratan pencalonan Gubernur.

Kecuali Ridwan Kamil (RK) yang resmi dicalonkan Nasdem (Nasional Demokrat), tapi partai ini jauh dari cukup memenuhi ambang batas sah pencalonan. Nasdem butuh koalisi dengan partai lain. Nama-nama lainnya yang kerap disebut adalah Deddy Mizwar, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) yang konon dari jalur independen dan Dedi Muyadi.

Seandainya mereka kelak maju, siapa yang akan mendampinginya sebagai wakil gubernur? Lagi-lagi nama-nama calon wakil gubernur pun masih simpang siur.

Persoalan wagub jangan dipandang sepele. Sebab ketika mememilih wagub keliru, maka bisa menjadi kartu mati untuk gubernur. Menurut saya kemenangan Ahmad Heryawan dua periode salah satu musababnya adalah sensitivitas politiknya dalam memilih wakil gubernur. Aher tahu bahwa Jawa Barat termasuk propinsi sangat luas, maka diperlukan sosok yang dikenal publik. Maka pilihan terhadap artis dan bintang film bisa menjawab itu. Dan hal ini terbukti. Dede Yusuf dan Deddy Mizwar sangat signifikan dalam menentukan kemenangan Aher.

Kekuatan dan kelemahan.

Dalam tulisan ini saya ingin sedikit mengulas kekuatan dan kelemahan, minimal dari empat calon itu yang sering muncul di media cetak dan media sosial.

Pertama, Ridan Kamil atau RK. Walikota Bandung ini sangat populer terutama di jazirah perkotaan, khususnya lagi kota Bandung. Sering disebut-sebut telah berhasil mengelola kotanya sehingga tidak sedikit juga yang menyayangkan pencalonan dirinya ke level Jawa Barat padahal masih ada satu periode lagi kesempatan di Bandung.

Partai yang menjadi perahunya dahulu adalah Gerindra. Akhirnya menyempal dan berlabuh di Nasdem. Di awal-awal pemerintahannya RK banyak memainkan isu syariah yang kemudian mendapatkan simpatik terutama dari kelompok masyarakat urban puritan.

Ketika berpindah perahu, basis pemilihnya banyak yang kecewa dan kemudian mencari pigur lain. Figur seperti apa? Jawabannya kemungkinan Dedi Muyadi, Aa Gym, atau Demiz atau siapa pun yang kelak maju.

Kedua, Deddy Mizwar. Salah satu yang dianggap kelebihannya adalah popularitas. Dalam pengalaman birokrasi sama sekali belum teruji. Janji-janjinya yang dahulu dilontarkan, banyak yang tidak dieksekusi.

Sebut saja soal peruntukkan bekas gedung Palaguna, Gedung Kesenian refresentatif, belum lagi soal concern kebudayaan yang nyaris tidak jelas kecuali bersifat pragmentaris dan sekadar politik penyerapan anggaran.

Bahkan protes tokoh-tokoh Sunda yang menyayangkan Demiz masih mengambil profesi sebagai bintang iklan sama sekali tidak digubris. Atau mungkin dalam bawah sadar Demiz meneguhkan bahwa bintang iklan adalah media yang paling penting dalam rangka mengiklankan dirinya ke seluruh pelosok Jawa Barat.

Ini juga konon yang menjadi pertimbangan Gerindra dan PKS berminat mendekati sosok Demiz walaupun dalam tubuh PKS sendiri untuk ajuan posisi wakil gebernur masih tarik menarik antara Netty Heryawan dan Ahmad Syaekhu.

Ketiga, Aa Gym. Sampai saat ini saya belum mendengarkan secara resmi pernyataan politik pencalonannya. Tapi membaca gestur tubuh dan bahasa diplomasinya Aa Gym nampaknya sangat berminat.

Belum lagi poster-poster dirinya yang juga sudah menyebar di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat yang tidak mungkin tanpa sepengetahuan Aa Gym dan atau justru ditancap-tancapkan tim sukses Aa Gym sendiri.

Seandainya Aa Gym jadi dari jalur indepeneden tentu pemilih yang disasar adalah fans dan massa mengambang yang menyukai ceramah-ceramah Aa Gym. Pemilih model seperti ini tidak (bisa) diandalkan karena tendensi politiknya labil dan tidak punya militansi memperjuangkan idolanya. Kegagalan karir politik KH Zainuddin MZ dan Rhoma Irama adalah contoh telanjang tentang ini.

Keempat, Dedi Mulyadi. Kelebihannya dari sisi pemerintahan dianggap sudah punya pengalaman memimpin Purwakarta dua periode. Menjadi ketua Golkar Jawa Barat sehingga kalau calon lain masih dipusingkan dengan kendaraan partai yang ditumpanginya, Dedi nampaknya tidak seperti itu walaupun ada riak-riak di DPP Golkar yang mencalonkan nama lain. Arus utama Golkar nyaris bulat mencalonkan Dedi Mulyadi tinggal menghitung secara cermat siapa yang akan menjadi pendampingnya.

Kelebihan lain adalah Dedi dipandang bupati berkarakter. Mengelola daerahnya diacukan pada spirit budaya Sunda. Punya keinginan luhur mengejawantahkan nilai-nilai budaya Sunda dalam skala yang lebih luas Jawa Barat. Di samping juga model komunikasinya yang mudah dipahami khalayak luas. Kekurangannya gagasan kesundaan-keislaman yang dilemparkannya acapkali menuai kontroversi.

Siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya? Saya bukan dukun politik, tidak perlu meramal. Biarkan semuanya dikembalikan kepada warga Jawa Barat. Di tangan warga nasib mereka ditentukan. Semoga pemenangnya adalah yang terbaik.