Karawang-. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dianggap tidak hormati rekomendasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama ( PCNU ) Karawang soal saran agar tidak memberlakukan  Full Day Schol (FDS). Atas penolakan itu, IPNU Karawang berencana membentuk forum khusus untuk menindaklanjuti sikap Dinas dibawah kendali Dadan Sugardan tersebut.(27/09).
Hasil gambar untuk dadan sugardan
Dikatakan Corps Brigadir IPNU Karawang, Deden Ismatullah, pendidikan tingkat SMP dan SMA yang masih FDS, sebenarnya masih mengganggu kelangsungan karakter siswa, utamanya santri - santri di Pondok Pesantren. Ia memiliki bukti konkrit, bahwa ada salah seorang santri Tahfidzul Quran yang mengenyam pendidikan di SMA Negeri di Karawanf harus memilih tidak melanjutkan sekolahnya gara - gara FDS karena selalu pulang sekolah hampir waktu Ashar, sementara waktunya menghafal quran menjadi tersita banyak karena FDS, disisi lain target hafalan sudah menumpuk. Sekolah  FDS sambung Deden, dianggap jadi momok yang menghambat kelangsungan hafalan, bahkan akibat itu, santri asal Kecamatan Tempuran ini harus menanggalkan kegiatannya di sekolah karena memilih fokus di Pesantren. Ini adalah contoh dari kasus yang terjadidari dampak FDS, dan bukan soal DTA saja, tetapi urusannya juga dengan Pesantren- pesantren yang ada." Ada santri sekolah di Negeri pilih tidak melanjutkan sekolah gara- gara FDS, karena hafalan qurannya jadi trganggu" ujarnya.

Deden menambahkan, di tingkat SD, sekolah memang masih 6 hari dan tidak mengganggu DTA. Namun, selama ini, apa yang sudah dilakukan Disdikpora dan Pemkab kaitan Perda DTA yang justru keberadaannya masih dianak tirikan. Sebut saja Biaya Operasional Perawatan fasilitas ( BOPF ) yang hanya Rp 2 jutaan pertahun per DTA, harus di obok- obok kejaksaan hanya karena mis komunikasi dugaan penyelewengan hingga berbuntut dihapuskannya BOPF ini dari DTA selama 4 tahun terakhir. Tidak itu saja, sarana dan kesejahteraan guru- guru DTA yang masih memprihatinkan, masih belum dilirik serius, bahkan guru DTA dengan jatah Insentif Rp 1,2 juta pertahun harus dibagi rata kepada guru lainnya yang belum kebagian. " Sangat komplek DTA ini persoalannya,  dimana peran Pemkab selama ini," katanya.

Lebih jauh Deden juga menyebut, bahwa soal wajib DTA yang belum optimal disosilisasikan Disdikpora kepada semua UPTD dan Kepala SD, bahkan ijasah DTA yang seharusnya wajib jadi syarat masuk SMP, hanya di surati melalui edaran saja dan poinnya kecil dibandjng syarat lainnya, akibatnya yang tidak DTA juga tetap lolos tanpa prosedur BTQ dan pembinaan keagamaan yang masif. Karenanya, Ia meminta Disdikpira evaluasi hal ini, lebih jauhnya, ini akan menjadi evaluasi bersama rapat IPNu Karawang." Wajib DTA kurang optimal, ijasahnya juga sebatas edaran saja jadi syarat masuk SMP," Pungkasnya.

Pewarta: Ruri 
Editor: Farida