KARAWANG-Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang, menyatakan jika kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud tentang pelaksanaan sekolah lima hari tidak mengganggu pendidikan karakter. Pasalnya, kebijakan itu tidak berlaku untuk sekolah dasar (SD) dan hanya berlaku untuk sekolah SMP dan SMA.

Kadisdikpora Karawang, Dadan Sugardan mengatakan, kebijakan sekolah lima hari yang dikeluarkan oleh Mendikbud tidak bertentangan dengan Perda tentang DTA (Diniyah Takmiliah Awaliyah). Sebab siswa SD tetap belajar 6 hari dan siangnya tetap bisa mengikuti sekolah agama di DTA.



“Meskipun ada SD swasta ada yang menerapkan sekolah lima hari, tapi pendidikan karakter dan agamanya sudah masuk dalam kurikulum sekolah. Jadi tetap tidak mengganggu pembentukan karakter,” kata Dadan saat ditemui di ruangannya, Senin (25/9)

Dikatakan, pihaknya sudah melakukan dengar pendapat dengan PCNU Karawang, tentang adanya penolakan sekolah lima hari tersebut. “Dalam rapat itu, kami sudah mendengarkan semua permintaan dari PCNU dan yang terpenting adalah pendidikan karakter itu harus mulai dari tingkat sekolah dasar,” katanya.

Dijeelaskan, kedepan pihaknya juga akan meminta kepala sekolah agar bisa bekerjasama dengan pengurus NU ataupun Muhammadiyah untuk bisa memberikan ceramah-ceramah dalam pembentukan karakter anak ditingkat SMP maupun SMA. “Kami juga akan imbau sekolah agar melakukan ngaji bersama setiap minggunya bagi siswa yang muslim, agar siswa bisa membaca Al-quran sebelum belajar,” katanya.

Ia menambahkan, pendidikan karakter itu bukan hanya tugas sekolah saja, tapi merupakan tanggung jawab orang tua dan masyarakat atau lingkungannya. “Jadi kerjasama dari semua dalam pembentukan anak bisa selaras, sehingga generasi penerus bisa memiliki karakter yang baik,” tuturnya.

Sebelumnya, Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (PCNU) Karawang, mendorong agar DPRD agar ikut menolak Peraturan Mendikbud No 23 Tahun 2017 yang mengatur pelaksanaan lima hari sekolah. Pasalnya, sekolah lima hari itu tidak berdasarkan kajian yang komperhensif.

“Sekolah lima hari yang dicetuskan oleh Mendikbud itu tidak berdasarkan kajian yang komperhensif, sebab itu merupakan usulan menteri pariwisata ke presiden agar partisipasi anak sekolah ke tempat pariwisata lebih banyak. Usulan itu akhirnya didukung Mendikbud dengan mengeluarkan Permendikbud tentang sekolah lima hari,” ujar Ketua PCNU Karawang, Ahmad Rukhyat Hasby.

Menurutnya, jika sekolah selama lima hari dan liburnya dua hari, maka dikhawatirkan kenakalan remaja malah semakin tinggi. Sebab libur dua hari tersebut membuat anak tidak ada kegiatan, sehingga pergaulan bebas lebih rentan terjadi pada para siswa yang sekolahnya lima hari.

“Sampai hari ini tidak ada sekolah negeri yang berani menjamin jika kebijakan sekolah lima hari dapat merubah karakter jati diri siswa menjadi lebih baik. Saya meragukan sekali keberhasilan atau kesiapan dari sekolah negeri, kalau penambahan jam belajar dan kegiatan ekstrakurikuler bisa merubah karakter siswa,” katanya.

Dikatakan, kalaupun alasan kebijakan sekolah lima hari untuk pembentukan karater siswa, sebenarnya dari awal NU sudah memberikan saran agar adanya penambahan jam pelajaran agama yang selama ini hanya diterapkan selama dua jam dalam seminggu di sekolah.

“Belum gurunya tidak masuk alasan rapat dan lain-lain. Ini sangat bertolak belakang dengan programnya pemerintah Jokowi tentang pembentukan karakter melalui pendidikan. Bayangkan saja jika kondisi saat ini pendidikan agama di sekolah negeri hanya sekedar menjadi pelajaran tambahan, bukan menjadi mata pelajaran yang di UN-kan. Kalah dengan matematika dan bahasa inggris,” katanya. (oca)