Jakarta. - Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan hari ini melakukan rapat koordinasi terkait tindak lanjut langkah kebijakan taksi online. Rapat ini dihadiri oleh pihak dari Kementerian Perhubungan yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal, Sugihardjo, Kementerian Kominfo, Organda dan perusahaan aplikasi penyedia jasa taksi online.

Sekjen Kemenhub, Sugihardjo mengatakan, pihaknya membahas draft Peraturan Menteri Perhubungan yang disiapkan untuk menggantikan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang angkutan sewa online yang bakal gugur pada 1 November mendatang menyusul putusan dari Mahkamah Agung, Agustus lalu.

Dalam aturan baru tersebut, disepakati beberapa hal, salah satunya terkait kepemilikan kendaraan dari angkutan online. Dia bilang, status kepemilikan kendaraan taksi online nantinya bisa dikategorikan atas nama pribadi tak harus perusahaan. Pasalnya, dalam hal perusahaan angkutan yang berbadan hukum koperasi atau PT, sesuai UU Koperasi, dimungkinkan perorangan. 



"Karena itu kepemilikan kendaraannya (BPKB maupun STNK) boleh atas nama perorangan dan itu berlaku umum, bukan hanya online. Jadi tentang tanda kepemilkan kendaraan atas nama koperasi boleh atas nama perorangan," katanya saat ditemui usai rapat di Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Selain itu, dalam aturan baru yang akan dikeluarkan selanjutnya nanti, tarif juga akan tetap diatur. Aturannya sama seperti PM 26 Tahun 2017 sebelumnya, di mana tarif akan dipatok batas atas dan bawah. 

Dalam hal ini, Kemenhub akan menerima usulan dari Pemda untuk batasan tarifnya, untuk kemudian ditetapkan oleh regulator. 

"Berdasarkan kesepakatan, antara pengguna jasa dan penyedia jasa, tarif tetap dalam koridor batas atas dan batas bawah. Jadi batas atas dan bawah masih tetap diperlukan untuk melindungi pengguna jasa agar jangan sampai tarifnya nanti berlebihan," ucapnya.

Tarif yang diatur juga agar menghindari banting harga antara satu angkutan dan angkutan lainnya, sehingga terjadi persaingan usaha yang sehat.

"Khawatirnya yang dikorbankan adalah aspek keselamatan karena pemeliharaan kendaraan akan terabaikan. Jadi tetap ada kesepakatan antara penyediaan dan pengguna jasa adalah tetap ada batas atas dan bawah," tutur Sugihardjo.

Hal baru lainnya yang diatur adalah asuransi. Penumpang dan penyedia jasa akan memiliki asuransi yang disediakan oleh IT provider atau perusahaan aplikasi online.

"Asuransi penting untuk melindungi penumpang dan pihak ketiga supaya ada kepastian," ungkapnya.

Dalam aturan ini, perusahaan aplikasi taksi online kata dia akan dikategorikan sebagai IT provider, bukan perusahaan angkutan umum. Hal ini membuat penyedia jasa angkutan online ini nantinya akan berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sementara terkait operasionalnya di lapangan, Kementerian Perhubungan akan berkoordinasi dengan perusahaan atau koperasi yang bermitra dengan penyedia jasa aplikasi online terkait.

"Sehingga hubungan dengan pemerintah (Kemenhub), hubungan kerjanya ke perusahaan angkutannya. Sehingga di situ ada larangan-larangan untuk aplikator (pemilik aplikasi) bertindak sebagai perusahaan angkutan. Jadi harus yang menjalankan itu perusahaan angkutan, apakah PT nya atau koperasi," ungkap dia.

"Kalau nanti terjadi pelanggaran dari aplikator, misalnya dia memberikan akses aplikasi kepada perorangan atau perusahaan yang enggak punya izin, itu kan melanggar. Tapi yang menindaknya enggak bisa Dishub. Jadi Dishub atau Ditjen darat atau BPTJ, melapor ke Kominfo bahwa terjadi pelanggaran. Yang menindak sesuai ketentuan di Kominfo," pungkasnya.


Sumber : detik.com