KARAWANG. - Sejumlah warga Perumahan Umum Margasari Regency mengadu kepada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Korwil IV Jawa Barat atas dugaan ada "main" oknum manajemen depelover, Sabtu (30/9) di Sekretariat Karang Taruna Karawang.

Perum yang dibangun sejak tahun 2015 oleh PT Bumi Indah Propertindo ini menyisakan sejumlah masalah yang membuat warga setempat geram, sehingga warga melakukan pengaduan kepada APERSI Korwil IV Jabar yang dikomandoi H Abun Yamin Syam, SE.

Dalam audiensinya, juru bicara warga Perum Margasari Regency, Mukri menjelaskan, ada tiga permasalahan yang kini terjadi di perumahan yang beralamat di Dusun Tamelang Timur, Desa Margasari, Kecamatan Karawang Timur.

Menurutnya, yang pertama adalah soal hook dan luas rumah. Warga dipanggil oleh salah satu manajemen perumahan untuk diminta uang sebesar Rp5  juta sampai 6 juta. Dengan dalih ada kelebihan tanah.

"Sementara fakta yang sebenarnya tidak ada kelebihan tanah, yang ada juga pembatas tanah drainase luasnya satu jengkal saja. Masa harus bayar  sampai 5 juta," katanya.

Selanjutanya, yang harusnya ada hook malah tidak ada. Sementara warga sudah bayar sebagaimana mestinya. Ini jelas merugikan warga sebagai konsumen.

"Kami aneh saja, kok sudah 1 tahun lebih tiba-tiba manajemen depelover minta uang tambah. Sementara akan sudah dilakukan dan pengukuran pun sudah dilakukan. Ini jelas ada kejanggalan," kata dia yang disapa akrab Wakil Samyong.

Ditambahkan, belum lagi kewajiban fasos dan fasum perumahan yang belum ada kejelasan. Padahal itu kewajiban pengembang. Tak terkecuali balik nama untuk pembayaran PBB, Listrik dan Sertifikat.

"Kalau kita bicara dari yang sebenarnya, perumahan ini banyak tidak sesuai siteplan. Ini perlu ada tidak lanjut dari pemerintah agar warga tidak dirugikan," ulas Kepala Dusun Tamelang Timur yang mewakili warga.

Menjawab pertanyaan itu, Ketua APERSI Korwil IV Jabar, H Abun Yamin Syam, SE sependapat dengan warga Margasari.

Menurut Abun, bila ada kejanggalan perlu ada perlawanan. Jangan sampai ada oknum yang memanfaatkan permasalahan tersebut sehingga merugikan warga.

Abun menjelaskan,  bila sudah ada akad dan tandatangan kesepakatan harusnya tidak ada biaya yang muncul lagi. Ia pun menyarankan warga agar meminta sertifikat saja kepada depelover yang minta uang tambahan atas kelebihan tanah.

"Bila di sertifikat benar ada penambahan tanah, sementara di lapangan tidak ada maka bisa dilakukan pengukuran kembali. Warga minta direvisi saja sertifikat tersebut," katanya.

Tanah hook warga yang sudah bayar kepada depelover, sementara tanahnya tidak ada maka warga berhak minta kembali uang tersebut.

"Kalau tidak ada itikad baik dari depelover, bisa mengadukan kepada pemerintah agar ditindak lanjuti," bebernya.

Masih menurut Abun, fasos dan fasum adalah kewajiban pengembang perumahan. Bila ada tidak sesuai dapat dilaporkan ke dinas.

Atas pengaduan ini, lanjutnya, APERSI akan menyurati pihak depelover agar permasalahan diselesaikan tanpa ada pihak yang dirugikan.

"Dalam aturan sudah jelas fasos dan fasum itu wajib disediakan oleh pengembang," tandasnya.


Penulis : Oca
Editor : AS