Jakarta - Kemendagri menyarankan pendanaan Pilkada serentak disokong penuh oleh APBN. KPU pun menyambut baik ide itu dengan harapan perencanaan di tingkat pusat akan menjadikan pilkada lebih matang.

"Salah satu usulan desain keserentakan pemilu adalah biaya penyelenggaraan Pilkada ditanggung APBN," ujar Komisioner KPU Divisi Perencanaan Keuangan & Logistik, Pramono Ubaid Tanthowi dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kemendagri di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Hal ini disampaikan oleh KPU karena bercermin dari sulitnya mendapatkan dana dari daerah yang melangsungkan pilkada. Tiap daerah memiliki program pembangunannya masing-masing, namun menurut Ubaid, mereka tetap harus menyisihkan untuk dana Pilkada. 



Namun bila sedari awal direncanakan oleh pemerintah pusat, maka menurutnya pendanaan pilkada tidak lagi membebankan pemerintah daerah.

"Iya, mereka kan ada program masing-masing ya. Kadang mungkin sulit kalau harus menyisihkan untuk Pilkada. Jadi makanya usulan kita kan juga dipotong," tutur Ubaid.

Selain pendanaan dari APBN, KPU juga telah mengevaluasi beberapa aspek agar penyelenggaraan Pilkada dapat berjalan efisien baik dari segi keuangan maupun waktu. Pertama dengan pemuktahiran DPT berkelanjutan, lalu pengadaan logistik online, dan e-Rekapitulasi.

"Langkah-langkah efisiensi KPU pemuktahiran DPT berkelanjutan. Jadi tidak harus selalu mulai dari nol tiap pemilihan. Lalu pengadaan e-Katalog dan e-Rekapitulasi. Untuk e-Rekapitulasi jadi nanti form C1 bisa di-scan dan langsung terbaca. Bisa sampai motong waktu rekap 1 bulan," jelas Ubaid.



Sebelumnya Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar mengusulkan penyelenggaraan Pilkada harus disokong penuh oleh APBN. Bukan dengan APBD seperti yang saat ini berlaku lewat UU No 10 Tahun 2016.

"Melihat temuan-temuan tadi, kedepannya Pilkada harus dengan APBN. Obatnya hanya dengan APBN. Lebih mudah dikontrol. KPU juga nggak perlu mengemis sama DPRD setempat untuk anggaran," tutur Bahtiar.

Bahtiar menambahkan, penggunaan APBD untuk pembiayaan Pilkada juga rentan dipolitisasi. KPU dinilainya bisa kehilangan independensinya karena harus melobi DPRD demi anggaran Pilkada.



"Kalau dari APBD itu rentan terjadi politisasi dan korupsi terhadap dana Pilkada," sebutnya.

Disampaikan dalam hasil penelitian Kajian Prioritas Nasional tentang Model Pembiayaan Pilkada Serentak yang Efisien dan Efektif oleh Pusat Pembangunan dan Keuangan Daerah BPP Kemendagri, presentase lima besar penggunaan anggaran Pilkada rata-rata dalam aspek honorarium badan Ad Hoc, sosialisasi atau penyuluhan, kegiatan kampanye, pengadaan dan pendistribusian logistik, dan proses perhitungan.

Kemudian faktor yang menyebabkan inefisiensi yang meningkatkan pendanaan adalah terlalu banyaknya kelompok kerja (pokja), pokja yang tidak permanen, standarisasi unit cost yang berbeda, irasionalitas pengadaan alat peraga dan bahan kampanye, serta ketimpangan jumlah TPS dengan jumlah pemilih. 

Sumber: detik.com