Jakarta . - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menunda rapat internal dengan agenda konsultasi pimpinan fraksi-fraksi pasca KPK menahan Ketua DPR Setya Novanto, karena tidak semua pimpinan fraksi bisa hadir, kata Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad.

"Hari ini agendanya rapat internal MKD dengan agenda konsultasi dengan pimpinan fraksi-fraksi namun beberapa konfirmasi tidak bisa hadir karena agenda di luar Jakarta maka rapat ditunda," kata Dasco di Ruang MKD, Gedung Nusantara I, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan awalnya rapat konsultasi itu dijadwalkan pada Selasa (21/11) pukul 13.00 WIB namun diundur menjadi pukul 16.00 WIB, sifatnya mendadak dan harus dihadiri pimpinan fraksi sehingga tidak bisa diwakilkan.

Karena itu menurut dia, Pimpinan MKD memutuskan untuk menunda rapat konsultasi tersebut agar hasilnya maksimal dan bisa dihadiri seluruh pimpinan fraksi.

"Agar hasilnya maksimal maka ditunda sambil konfirmasi lengkap dari pimpinan fraksi. Kesekretariatan MKD sedang konfirmasi, paling lambat besok diketahui hasilnya lalu kirim undangan," ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan ketidak hadiran beberapa pimpinan fraksi itu bukan karena keengganan untuk hadir namun disebabkan MKD mendadak mengirimkan undangannya.

Dasco mengatakan sudah menjelaskan rapat konsultasi tersebut tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan karena merupakan rapat internal MKD dengan agenda konsultasi pimpinan fraksi.

"Rapat konsultasi kan di Pimpinan DPR namun ini rapat internal MKD dengan agenda mendengarkan pendapat fraksi sehingga tidak melanggar Undang-Undang," katanya.

Sebelumnya, MKD akan menggelar rapat konsultasi dengan memanggil pimpinan fraksi-fraksi pada Selasa (21/11) mendengarkan pendapat fraksi terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto pasca ditahan KPK, kata Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad.

"MKD pada Selasa (21/11) akan mengadakan rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi untuk menyamakan persepsi dan pendapat mengenai masalah itu," kata Dasco di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (20/11).

Dia mengatakan terkait persoalan hukum kasus KTP Elektronik, mengacu pada UU nomor 14 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), tindakan bisa diambil apabila sudah ada kekuatan hukum tetap.

Namun menurut dia dalam perkembangannya ada beberapa laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik yang timbul ketika Ketua DPR berhalangan hadir dalam menjalankan tugasnya sehingga berdampak pada marwah dan kehormatan DPR.