Karawang-.Sidang Paripurna DPR telah resmi mengesahkan revisi UU MD3. Dalam sidang paripurna yang digelar sore ini, mayoritas fraksi sepakat dengan sejumlah usulan revisi UU MD3, mulai dari penambahan pimpinan hingga pasal jemput paksa anggota DPR.

"Apakah bapak dan ibu setuju untuk mengesahkan revisi UU MD3?" tanya Fadli Zon yang memimpin sidang paripurna terkait pengesahan revisi UU MD3 di ruang rapat paripurna, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2).

"Setuju," ujar peserta sidang paripurna.

Fadli kemudian mengetuk palu, mengesahkan revisi UU MD3.

Pengesahan revisi UU MD3 diwarnai oleh aksi walk out PPP dan Nasdem yang sejak awal meminta pengesahan ditunda. PPP dan Nasdem melakukan walk out setelah permintaan mereka untuk menunda pengesahan revisi UU MD3 ditolak.

Ada sejumlah pasal yang menuai polemik dalam revisi UU MD3. Pasal-pasal yang menuai polemik yaitu:

1. Pasal-pasal penambahan pimpinan parlemen
A. Pasal 84
Pasal ini menjelaskan bahwa pimpinan DPR bertambah 1 wakil ketua sehingga total jumlah pimpinan menjadi 6 orang. Mayoritas fraksi dalam Baleg sepakat kursi tersebut diduduki oleh perwakilan dari Fraksi PDIP sebagai. Sebelumnya, pimpinan DPR yang sekarang berjumlah 5 orang. Ketua DPR Bambang Soesatayo (Golkar) dan para wakilnya Fadli Zon (Gerindra), Taufik Kurniawan (PAN), Agus Hermanto (Demokrat), Fahri Hamzah (PKS).

B. Pasal 260
Pasal ini menyebutkan pimpinan DPD bertambah 1 anggota. Hal itu membuat total pimpinan DPD menjadi 4 orang. Untuk pimpinan DPD yang sekarang dijabat oleh Ketua DPD Oesman Sapta Odang bersama dua wakilnya Darmayanti dan Nono Sampono.

C. Pasal 15
Pasal ini merinci jumlah pimpinan MPR bertambah 3 orang. Ketetapan 3 pimpinan baru nanti disesuaikan berdasarkan fraksi pemenang pemilu yang belum duduk di kursi pimpimam MPR. 3 fraksi itu yaitu PDIP, Gerindra dan PKB.

2. Pasal 73
Pada intinya dalam pasal ini memberikan kewenangan kepada para anggota DPR untuk memeriksa objek yang disasar. Jika dalam pemeriksaan tersebut tidak ditanggapi oleh pihak-pihak atau lembaga yang dituju. Maka DPR berhak meminta bantuan kepolisian untuk memanggil paksa. Bahkan, kepolisian diberikan kewenangan untuk melakukan penyaderaan selama 30 hari.

3. Pasal 245
Pasal ini secara tidak langsung memberikan perlindungan pada para anggota. Sebab, jika ada lembaga yang ingin memeriksa para anggota DPR harus lewat pertimbangan MKD. Setelah itu MKD mengeluarkan pertimbangan tersebut pada presiden untuk ditindaklanjuti.

4. Pasal 122
Poin dalam pasal ini yang cukup menarik perhatian adalah pada huruf k. Poin itu menyebut jika ada pihak atau lembaga yang merendahkan kehormatan anggota DPR bisa ditindak oleh MKD dengan mengambil langkah hukum. Sehingga pihak yang mengkritik anggota DPR bisa diproses secara hukum dengan dilaporkan ke kepolisian.