Karawang. - Pembangunan infrastruktur seperti pemagaran dan pengurugan di SMPN III Rengasdengklok, yang dibiayai oleh pemerintah baru-baru ini, di sambut baik oleh masyarakat setempat terutama wali murid sekolah tersebut. Dan tentunya pembangunan tersebut diharapkan akan membawa dampak yang positif untuk proses Kegiatan Belajar dan Mengajar. Namun pada kenyataannya malah sebaliknya pasalnya pembangunan tersebut dikerjakan asal jadi dan sampai saat ini pembangunan belum selesai sepenuhya. Pemerintah terkesan tutup mata dan tak nampak adanya pengawasan.

Masyarakat sekitar pun menyayangkan pembangunan pemagaran dan pelaksanaan pengurugan halaman sekolah tersebut dikerjakan oleh kontraktor abal-abal (palsu-red).

Kepala SMPN III Rengasdengklok, Didi Solahudin saat ditemu PEKA di kantornya, Senin (12/2) mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui siapa pelaksana pekerjaan pemagaran dan pengurugan tersebut.

“Dari awal juga saya tidak mengetahui siapa pelaksananya , hanya pernah datang orang bernama Cecep yang mengutarakan akan melakukan pengurugan disekolah. Saya juga tidak tahu dari mana anggaran pemagaran itu berasal, seberapa besar anggaran tersebut pun saya tidak tahu, ya baik pemagaran dan pengurugan itu saya tidak tahu,” tegas Didi Solahudin.

Masih menurut Kepala SMPN III Rengasdegklok tersebut, ia hanya merasa telah mengajukan pembangunan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang dan masih menurutnya saat itu langsung di survey oleh kepala Dinas beberapa waktu silam.

“Saya mengajukan Proposal pembangunan pagar dan pengurugan saat itu dan alhasil terealisasi, hanya tak sesuai harapan,” tambahnya.

Didi Menambahkan terkait hasil pekerjaan pemagaran dan pengurugan dirinya merasa kecewa pasalnya sampai saat ini pelaksana pekerjaan belum melakukan serah terima dengan dirinya sebagai penerima manfaat dan tidak lagi ada komunikasi dengan pelaksana pembangunan.

“Belum ada serah terima sampai saat ini, dan saya juga akan komplain tentang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan, liat aja air dari pesawahan masih masuk ke area sekolah. Jadi menurut pekerja nya waktu itu memang tidak dibuat pondasi dengan galian dan batu kali melainkan dengan sistem pondasi gantung dengan menanam tiang sluf yang dalam agar tidak mudah roboh kata pekerjanya,  waktu itu namanya tatang,” jelas Didi.

Sebelumnya Danim salah seorang anggota Komite Sekolah di SMPN III Rengasdengklok, ia mengatakan, sangat prihatin dengan pembangunan pemagaran di sekolah yang tak sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika dilihat dari luar pondasi nampak tidak digali, karena batu pondasi paling bawah terlihat hanya menempel. Pembangunan tersebut pun belum selesai sepenuhnya, kontraktor pun sampai saat ini tak ada kabar beritanya.

"Tuh sisa materialnya juga masih ada, batu-batu untuk ditempelkan di atas sebagai asesoris pagar itu, belum di pasang. Saya sendiri tidak tahu nama CV kontraktor tersebut karena tidak memasang papan nama, bahkan tidak ada yang tahu anggaran dari mana dan berapa anggarannya," kata Danim agak kebingungan.

Ditambahkan salah seorang guru di sekolah tersebut, yang tida mau dikorankan namanya. mengatakan, Bukan  hanya pemagarannya saja, akan tetapi pengurugan halaman sekolah tersebut juga sangat mengecewakan.

"Karena awalnya memakai tanah lumpur kaya tanah dari sawah, setelah itu baru di urug memakai tanah merah sehingga hasilnya malah tambah becek, mereka tidak memikirkan kwalitas tapi hanya memikirkan bagaimana caranya bisa untung besar," ketusnya.