JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan, secara umum terjadi penurunan rerata nilai ujian nasional (UN) tahun ini. Penurunan tersebut terjadi terutama pada mata pelajaran Matematika, Fisika, dan Kimia.

Berdasarkan analisis, menurut dia, ada indikasi kuat bahwa penurunan rerata nilai UN disebabkan dua faktor. Pertama, karena faktor perubahan norma. Untuk UN 2018, ia mengatakan, memang dimasukkan beberapa soal dengan standar yang lebih tinggi dibanding UN pada 2017. Totok menuturkan, kesulitan tersebut tampak dialami oleh siswa-siswa di 50 persen sekolah, yang ditunjukkan dengan rerata nilai UN yang menurun. Namun demikian, ia mengatakan, nilai UN di 50 persen sekolah lainnya justru mengalami kenaikan. Secara agregat, ia menilai faktor kesulitan soal ini tampaknya berpengaruh kecil.

Kedua, Totok mengatakan, pengaruh lebih besar pada rerata nilai UN tersebut adalah faktor perubahan moda ujian dari UN berbasis kertas pensil (UNKP) ke UN berbasis komputer (UNBK).

"Sekolah-sekolah yang semula UNKP dan berubah ke UNBK mengalami penurunan nilai (terkoreksi) sangat signifikan," kata Totok, dalam rilis yang diterima, Selasa (8/5).

Ia mengatakan, sekolah-sekolah dengan indeks integritas rendah (IIUN 2017) secara rerata terkoreksi nilainya menurun sebesar 39 poin. Bahkan, ada beberapa sekolah yang rerata nilai UN-nya turun hampir 50 poin. Totok menambahkan, hasil UN tersebut selanjutnya akan dianalisis untuk mendiagnosis topik-topik yang harus diperbaiki di setiap sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.

"Hasil analisis tersebut akan didistribusikan ke semua Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti dengan program-program peningkatan mutu pembelajaran," katanya menambahkan.

Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, soal-soal UN yang menuntut penalaran sudah harus diperkenalkan kepada para peserta didik. Ia mengatakan, soal-soal penalaran pada UN sebenarnya hanya sekitar 10-15 persen dari total semuanya.

"Ini dilakukan sebagai ikhtiar untuk menyesuaikan secara bertahap standar kita dengan standar internasional, antara lain, seperti standar Program for International Student Assessment (PISA)," kata Muhadjir.

Melalui penyelenggaraan UN ini, Muhadjir berharap semua pihak terkait menjadikan hasil analisis UN sebagai salah satu alat refleksi dan acuan untuk peningkatan mutu pendidikan.

"Saya berharap kepada kepala Dinas Pendidikan, guru, kepala sekolah, dan pengawas menjadikan hasil analisis ujian sebagai cermin yang jujur, dan yang terpenting dapat menjadi pendorong perbaikan mutu pembelajaran," katanya menambahkan.#ROL