PELITAKARAWANG.COM - Mengawali bulan puasa, Kementerian Agama (Kemenag) melansir pengumuman penting. Yakni melansir 200 nama mubaligh atau penceramah yang dinilai memenuhi kriteria. Angka ini belum final. Kemenag masih terus membuka usulan nama-nama mubaligh yang memenuhi kriteria.

Menag Lukman Hakim Saifuddin menceritakan pertimbangan dibalik pengumuman 200 nama mubaligh itu. Dia menjelaskan Kemenag menerima banyak pertanyaan dari masyarakat, terkait nama mubaligh yang bisa mengisi atau beceramah dalam kegiatan keagamaan.
’’Belakangan permintaan seperti itu semakin meningkat. Sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama mubaligh,’’ jelasnya di Jakarta Jum'at kemarin (18/5). 
Lukman menegaskan nama-nama dalam daftar itu dihimpun dari usulan tokoh agama, organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, serta tokoh masyarakat. Lukman menegaskan jumlah daftar mubaligh itu akan terus bertambah seiring dengan usulan masyarakat.
Di dalam daftar nama itu tercantum nama penceramah atau mubaligh yang sudah populer. Seperti Abdullah Gymnastiar (A’a Gym), Asrorun Ni’am Sholeh, Dedeh Rosidah (Mamah Dedeh), Emha Ainun Najib, Haedar Nasir, dan Mahfud MD. Sementara itu mubaligh populer lain seperti Quraish Shihab, Abdul Somad, Khalid Basalamah, dan Tengku Zulkarnain tidak ada dalam daftar tersebut.
Lebih lanjut Lukman menjelaskan ada tiga pertimbangan yang diambil Kemenag. Jadi tidak sembarang mubaligh yang bisa masuk daftar tersebut. Ketiga kriteria itu adalah kompetensi keilmuan keagamaan yang mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi.
’’Nama yang masuk memang harus memenuhi kriteria itu. Namun para mubaligh yang belum masuk dalam daftar itu, bukan berarti tidak memenuhi tiga kriteria itu,’’ urai Menag. 
Dia mengatakan Kemenag akan terus memperbaharui data daftar mubaligh. Masyarakat, ormas, atau tokoh agama bisa menyampaikan usulan melalui nomor WhatsApp 08118497492. 
Wakil Ketua Komisi VIII DPR (bidang keagamaan) Sodik Mudjahid mengatakan, sebelumnya Kemenag sempat melempar gagasan untuk sertifikasi ulama. Dia menyampaikan dukungan atas program tersebut. Selama dilakukan untuk pengingkatan mutu ulama atau mubaligh, bukan untuk pendekatan politik.
Dia mengatakan terkait rilis 200 nama mubaligh oleh Kemenag, dia menyebutkan harus jelas kriterianya dan objektif dalam menilainya. ’’Sebaiknya yang menilai dan membuat daftar bukan lembaga pemerintah seperti Kemenag,’’ tuturnya. Tetapi bisa diserahkan ke lembaga masyarakat seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sodik berharap Kemenag sebaiknya konfirmasi terlebih dahulu daftar 200 nama mubaligh itu kepada MUI dan ormas-ormas lainnya. ’’Di atas itu semua, jangan mengarah pada pembatasan mubaligh. Antara yang boleh dan tidak boleh memberikan ceramah,’’ pungkasnya.