PELITAKARAWANG.COM - Asep Agustian, S.H., M.H. mengungkap fakta di era pemerintahan mendiang Presiden Soeharto. Indonesia yang berpenduduk terbesar kelima di dunia, setelah China, India, Amerika Serikat, Uni Sovyet (ketika belum bubar), mampu berswasembada beraspada tahun 1984. Indonesia pun meraih penghargaan dari Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia, FAO (Food and Agriculture Organization) yang bermarkas di Roma, Italia. Asep sangat membanggakan Pak Harto lantaran mampu menciptakan suasana kondusif/nyaman dalam berusaha, rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi di tengah masyarakat dan peduli pertanian yang menjadi profesi mayoritas masyarakat Indonesia

“Melihat kenyataan pembangunan di era Pak Harto, wajar saja banyak masyarakat yang memimpikan hadirnya kembali kejayaan Indonesia tatkala dipimpin oleh Pak Harto. Waktu itu segalanya murah dan mudah serta aman dalam berusaha. Kesetiakawanan sosial yang begitu tinggi di tengah masyarakat,” kata Asep Agustian, S.H., M.H., pengurus Partai Berkarya, Karawang, Jawa Barat.

Pola kebijakan Pak Harto ketika memimpin negeri ini sebagai presiden, sebenarnya banyak sekali yang bisa dicontoh. Sayangnya pemimpin sekarang malu-malu mengakuinya, atau menerapkan pola yang sama tapi dengan nama lain.

Salah satu perhatian besar yang diberikan oleh Pak Harto adalah sektor pertanian. Selain berasal dari desa, Pak Harto memberi perhatian besar terhadap sektor pertanian karena mayoritas penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian. Kata Asep, memakmurkan petani berarti memakmurkan penduduk Indonesia.

Asep menunjuk daerahnya Karawang yang turun temurun hidup di sektor pertanian. Dengan kata lain, sejak dulu masyarakat Karawang sudah menyatu dengan sawah dan padi. Karawang dikenal sebagai penghasil beras berkualitas tinggi. Di era mendiang Pak Harto, kebutuhan para petani Karawang sangat diperhatikan, seperti mudah mendapatkan pupuk dan program-program bantuan yang bersifat menunjang pertanian.

Karena itu, Asep Caleg DPR RI Partai Berkarya dari daerah pemilihan Karawang dan Kabupaten Bekasi mengajak masyarakat untuk mengembalikan kejayaan tersebut. Sebab dia optimis, kejayaan bisa diraih kembali apabila semua pihak menyatukan diri. Indonesia mampu menjadi lumbung beras dunia karena memiliki lahan pertanian yang luas dan subur. Indonesia bisa menangkap peluang pasar internasional, di saat terjadinya krisis pangan dunia.

Dewasa ini penduduk dunia menembus angka 7 miliar. Ini artinya pasokan pangan semakin perlu dan akan semakin sulit. Untuk itu, Indonesia harus mampu mengambil keuntungan dari krisis pangan global dengan memproduksi pangan sebanyak-banyaknya, karena kita punya potensi untuk itu. Pertanian padi di Karawang, jelas Asep, merupakan sektor yang sangat menjanjikan dan memiliki pasar permanen. Seiring dengan meningkatnya permintaan pangan dunia, peluang dan pangsa pasar komoditi padi tidak akan pernah habis.

Pangsa pasar bertambah dan nilai ekonomisnya semakin tinggi seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat. Dalam mekanisme pasar, semakin banyak permintaan, harga pun terus naik, jadi, pasar pangan tidak akan pernah sepi. Dengan demikian, lanjut Asep, petani akan menempati posisi yang semakin strategis dan penting bagi perjalanan sebuah bangsa. “Soal keberpihakan pada petani, kita harus contoh Pak Harto,” kata Asep.

Masih melekat dalam ingatan Asep ketika Pak Harto turun ke sawah dan berdialog dengan para petani. Memang diakui, saat gencar-gencarnya pelaksanaan program pertanian sering terlihat Pak Harto melakukan panen raya, didampingi oleh Ibu Tien Soeharto.

Sekarang, kalau ada ketua umum sebuah partai baru yang sering muncul di televisi melakukan panen padi, Asep lantas bertanya, apa yang dia lakukan terhadap petani? Berapa ribu hektar sawah dia ciptakan? Kalau Pak Harto memang memanen buah dari program yang ia gulirkan.

Di era Pak Harto pembangunan dilaksanakan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan setiap lima tahunan, atau disebut Repelita. Landasan pembangunan itu adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan setiap lima tahun dalam Sidang MPR.

Bahan-bahan MPR itu dihimpun oleh Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) yang diserap dari seluruh kalangan masyarakat, temasuk alim-ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, kalangan perguruan tinggi, petani, nelayan, kaum pekerja dan lain sebagainya. Jadi, kalau ada yang mengatakan GBHN itu buatan pemerintah, sama sekali tidak benar.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia era Pak Harto, jelas Asep, bertumpu pada Trilogi Pembangunan seperti tercantum dalam GBHN yang terdiri dan tiga unsur, yaitu: Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Pemerataan ‘pembangunan dan hasil-hasilnya meliputi pemerataan dalam kesempatan dan pemerataan dalam hasil. Agar tercipta pemerataan ini diperlukan dukungan yang kuat. Pertumbuhan ekonomi akan menyediakan barang, jasa, dan dana sebagai penunjang bidang-bidang lain.


Sedangkan stabilitas nasional dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang berfungsi bagi seluruh lembaga penyelenggara, baik di tatanan pemerintah maupun di tatanan masyarakat, untuk membebaskan diri dari gangguan-gangguan, sehingga mampu mendukung dan melaksanakan tugas yang diembannya.

Beasiswa Supersemar

Asep Agustian, S.H., M.H. ikut menikmati beasiswa dari Yayasan Supersemar. Ia ingat ketika itu masih duduk di bangku kelas I STM, tahun 1984.

Yayasan Supersemar adalah sebuah organisasi nirlaba yang didirikan pada 16 Mei 1974 oleh Pak Harto yang bertujuan membantu dunia pendidikan di Indonesia dengan bantuan pemberian beasiswa. Asep sangat berterima kasih dengan beasiswa yang diberikan Supersemar, dengan demikian ia bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi.

Asep meminta kurikulum di era Pak Harto, seperti PMP dan Budi Pekerti dihidupkan kembali. Karena dengan kurikulum itu terbukti mampu menciptakan kehidupan sosial yang harmonis, hidup bertetangga yang nyaman lantaran sejak dini sudah ditanamkan sifat persatuan.

Karena itu, bilamana ada pertanyaan lebih enak mana kehidupan di era Pak Harto atau di era sekarang? Menurut Asep lebih enak zaman Pak Harto. Dulu, apa-apa mudah; mencari pekerjaan, berusaha, aman, sekolah banyak di mana-mana, beras murah, dolar stabil dan bensin juga murah.

Kalau ada masyarakat yang memimpikan hadirnya kembali kejayaan negeri ini di era Pak Harto, barangkali itu bisa terwujud melalui Tommy Soeharto yang menghadirkan Partai Berkarya ke tengah masyarakat.

Asep melihat Tommy sebagai titisan Pak Harto seratus persen, tidak saja sosoknya tapi juga gaya dan cara bicaranya, pola pikirnya dan sebagainya.#trias