PELITAKARAWANG.COM-. Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO) Bareskrim Polri berkomitmen memberantas perdagangan orang dengan modus dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga ke luar negeri sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengutamakan upaya preventif represif sebagai strategi.

“Selain itu, melakukan kerja sama berupa komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dengan 22 kementerian lembaga terkait yang terlibat dalam gugus tugas penanganan TPPO yang dibentuk Presiden RI berdasarkan Perpres Nomor 69 Tahun 2008,” kata Kepala Satgas TPPO Bareskrim Polri Kombes Ferdy Sambo di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 13 September 2018.

Direktur Pengamanan dan Pengawasan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Brigjen Pol Nurwindianto berharap masyarakat ikut aktif. Publik diminta melapor ke polisi bila melihat atau mengetahui ada dugaan TPPO di wilayahnya. 

“Masyarakat yang lihat dugaan TPPO untuk rumah tangga, laporkan ke lembaga pelayanan PPA di polsek, polres. Masukkan ke medsos yang bisa dijangkau petugas,” kata Nurwindianto.

Sementara itu, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Zaeroji mengatakan pihaknya mencegah TPPO dengan tidak melayani orang yang belum memiliki KTP-el untuk diberikan paspor. "Dari tahun 2017 sampai 2018 itu hampir sekira 10.621 penundaan keberangkatan bagi mereka yang terindikasi diperkirakan menjadi TKI."

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah menangkap lima pelaku dugaan TPPO dengan modus dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Aksi mereka terendus setelah ES, 16, ditemukan dalam kondisi tidak layak di Malaysia. 

Pelaku yang telah ditangkap yakni NL, JS, MI, AS dan TM. Sementara itu, dua pelaku lagi masih dalam buruan petugas dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yaitu AS dan SH.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Kelimanya terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.