PELITAKARAWANG.COM - Perda DTA yang sudah terbit sejak 2011, nampaknya masih belum jitu meringsek fokus para Pejabat Pemkab. Pasalnya, semenjak Biaya Operasional Perawatan Fasilitas  (BOPF) dicoret untuk lembaga pendidikan keagamaan tersebut hampir tiga tahun terakhir, parahnya, ditahun 2018 ini juga tidak dianggarkan dalam APBD murni. Alih-alih memberi harapan besar di APBD Perubahan, sampai Agustus 2018, gelagat pengadaan BOS untuk DTA oleh para pejabat Eksekutif dianggap masih belum menentu arah.

" Kalau terus menerus mentah lagi-mentah lagi dan hanya PHP pada DTA, kita berhak tidak setuju dan menolak APBD perubahan jika sampai BOS DTA ini tidak diperjuangkan dan dimunculkan pihak Eksekutif," Ancam Anggota Komisi C DPRD Karawang, dr Atta Subagjadinata saat ditemui di Telagasari.

Dewan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, November tahun lalu, Sekda sudah janjikan BOS buat DTA karena tidak ada dalam APBN murni kemudian bisa disiasati ke perubahan ditahun 2018 ini. 

Besar harapan, janji Sekda saat itu bisa di wujudkan, karena ada tenggat waktu 9 bulan untuk komunikasikan segala sesuatunya dengan Pihak Kementrian Agama (Kemenag) untuk disiapkan. 

Kalau dulu, alasan Pemda, karena DTA tidak berbadan hukum, sampai-sampai para pengelolanya keteteran untuk membuat Yayasan, tapi kalau di perubahan tahun ini PHP kembali dipertontonkan, berarti jelas tidak ada i'tikad baik dari Pemkab untuk pendidikan DTA ini, utamanya sebatas menjalankan Perdanya saja.  

Ingat tandas Atta, Indramayu yang memiliki APBD Rp 3,2 Triliun saja, Sudi menggelontorkan BOS atau subsidi buat DTA Rp 14 Milyar yang tertuang dalam Perbup Nomor 15 tahun 2017, tapi di Karawang, dengan angka yang tidak begitu besar, gelagat di APBD perubahan yang dijanjikan saja, masih banyak berkelit. 

"Kalau sampai di APBD perubahan BOS buat DTA ini masih PHP dan mentah terus, publik bisa menilai bawah Pemda selama ini tidak ada itikad baik buat pendidikan keagamaan," Katanya.

Lebih jauh Dewan asal Pasirtalaga Kecamatan Telagasari ini menambahkan, jika ada aktivis yang sering menyinggung dan demo bilang bahwa Karawang tidak pro pada lembaga pendidikan agama, jujur walaupun dirinya legislatif merasa tersinggung, sebab mau bilang apa, karena kenyataannya Pemda sama sekali tidak memperjuangkan pendidikan umat ini. Betul, jika anggaran itu banyak untuk alokasi lain, tapi Bos dan subsidi DTA ini juga sangat penting dan sudah dijanjikan sejak awal. Seharusnya saran Atta, kalau di ABT sudah Oke, pejabat Pemda dari kemarin-kemarin sudah menyiapkan segala sesuatunya kemarin-kemarin, bila perlu cut saja apa-apa yang tidak penting. 

Percuma sesal Atta, pihaknya selalu mencari data ke daerah lain untuk komparasi agar bisa direalisasikan di Karawang, kalau hasilnya nihil terus. " saya tersinggung kalau ada aktivis bilang pendidikan agama kita tidak diperjuangkan, tapi mau bilang apa? Kenyataannya memang demikian," sebutnya.

Lebih jauh ia menambahkan, APBD di kita seolah-olah hanya merealisasikan apa yang diinginkan eksekutif, padahal APBD dibuat berdasarkan kesepakatan antara Eksekutif dengan Legislatif. Kalau pihaknya, sebut Atta, tidak mau jadi Dewan sebatas Pokir saja, karena Dewan juga berhak menyampaikan aspirasinya. Bayangkan, DTA itu dibuat dengan bangunan swadaya atau mandiri, sekarang ini subsidi dari Pemkab saja masih cuek, bagaimana bisa maju pendidikan keagamaan di Karawang. Maka persoalan BoS DTA ini adalah sudah final, dan akan diperjuangkannya agar bisa terealisasi di Perubahan ini tawaran dan aspirasi dari Dewan sebagai bargaining kepada Pemkab,"  APBD kita itu seolah hanya merealisasikan apa yang jadi aspirasi eksekutif saja, dari kita sebagai dewan jarang didengar, kita gak bisa kalau sebatas Pokir saja mah," tandasnya.

Untuk itu sambungnya, mohon doanya seluruh asatidz dan segenap masyarakat Karawang untuk bisa berhasil perjuangkan BOS DTA/MDA  di  APBD Perubahan (ABT) tahun 2018." Doakan saja, semoga kita bisa jebolan Bos DTA di perubahan ini," harapnya.