PELITAKARAWANG.COM. – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Saut Situmorang memastikan pihaknya akan menindaklanjuti fakta persidangan terkait dugaan suap senilai Rp5 miliar yang terjadi di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 

Sebelumnya, terkuak fakta mencengangkan ihwal praktik suap yang diduga dilakukan keluarga Wali Kota Kendari di kantor DPP PDIP. Padahal, Wali Kota Kendari itu bukanlah kader partai berlambang Banteng Moncong Putih tersebut.

"Yang disebut-sebut, nanti dipelajari dulu, apa betul seperti itu, perlu pembuktian yang detail," kata Saut dikonfirmasi awak media, Rabu 12 September 2018. 

Dalam persidangan disebutkan, Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah, mengakui menyuap tiga terdakwa, yakni Asrun, Adriatma Dwi Putra, dan Fatmawaty Faqih.

Pengakuan itu disampaikan Hasmun saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu lalu, 5 September 2018. Hasmun bersaksi untuk tiga terdakwa tersebut.

Asrun diduga menerima suap selaku Wali Kota kendari periode 2012-2017, Adriatma Dwi Putra selaku Wali Kota Kendari periode 2017-2022, dan Fatmawaty Faqih selaku pensiunan pegawai negeri sipil di Kota Kendari.

Dalam persidangan, Hasmun mengungkapkan, menyuap ketiganya. Salah satunya, suap yang diduga diberikan itu untuk pencalonan Asrun sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara.

Menurut Hasmun, ada uang yang diserahkannya kepada partai pengusung Asrun. Salah satunya, diberikan kepada PDI Perjuangan.

"Pernah saya menyerahkan uang di kantor Pusat PDIP. Saya bawa dolar senilai Rp5 miliar dalam bentuk dolar AS," kata Hasmun.

Menurut Hasmun, pada saat itu, dia bersama-sama dengan Fatmawaty menuju Kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Hasmun membawa bungkusan berisi uang Rp5 miliar dalam bentuk dolar AS.

Kronologis

Hasmun mengatakan, penyerahan uang itu atas perintah Fatmawaty yang merupakan orang dekat Asrun. Setelah tiba di Kantor DPP PDIP, Hasmun ditemui seorang laki-laki yang langsung menanyakan apakah dirinya Hasmun dari Kendari.

Setelah dijawab benar, Hasmun kemudian diajak masuk ke dalam Kantor DPP PDIP. Adapun Fatmawaty menunggu di dalam mobil. Setelah itu, Hasmun dibawa naik ke Lantai II. Dia, kemudian ditemui oleh seorang perempuan, yang dia belum kenal namanya.

"Pintunya semua pakai kartu akses. Di dalam sudah ada perempuan yang menunggu. Fisiknya saya tahu, tetapi enggak tahu namanya. Saya serahkan bungkusan itu," kata Hasmun.

Menurut Hasmun, ia mengenalkan diri sebagai orang dari Kendari kepada perempuan itu. Setelah bungkusan berisi uang diserahkan, perempuan tersebut membawa uang itu untuk disimpan di ruangan sebelah yang terlihat ada brankas. 

Setelah itu, Hasmun kembali ke mobil dan bertemu dengan Fatmawaty. Menurut Hasmun, Fatmawaty sempat mengonfirmasi, apakah uang sudah diserahkan.

"Saya juga enggak nanya. Ini saya asumsi untuk pencalonan. Feelingsaja bahwa ini untuk itu," kata Hasmun.

Dalam kasus ini, Asrun, Adriatma dan Fatmawaty didakwa terima uang Rp2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah.

Menurut jaksa KPK, uang itu diberi agar Adriatma selaku Wali Kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.

Selain itu, Asrun didakwa menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Menurut jaksa KPK, uang itu diduga diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, saat ia menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.

Proyek dimaksud, yakni proyek pembangunan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari.

Proyek tersebut menggunakan anggaran tahun 2014-2017. Selain itu, proyek pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk (TWT)-Ujung Kendari Beach. Proyek itu menggunakan anggaran tahun 2014-2017.