PELITAKARAWANG.COM- Jika tidak ada aral melintang, honorer K2 (kategori dua) dan K1 yang lolos seleksi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), sudah mengantongi NIP (nomor induk pegawai) pada Maret 2019.Pasalnya, sesuai jadwal rekrutmen calon PPPK, pemberkasan dimulai awal Maret 2018.

"Target kami sih begitu. Cuma ini tergantung komitmen daerah juga. Kalau serius, Insyaalllah prosesnya bisa berjalan sesuai jadwal," kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Selasa (22/1).

Dia menjelaskan, pada Kamis (24/1), akan diadakan rakor dengan instansi dilanjutkan dengan tanda tangan MoU dengan masing-masing daerah. Seperti pengalaman dalam rekrutmen CPNS 2018, belum semua daerah siap melakukan MoU sehingga memengaruhi jadwal.

Bima juga memprediksikan, sikap pemda akan terlihat saat rapat pada 24 Januari. Apalagi setiap kepala daerah diwajibkan membuat SPTJM (surat pernyataan tanggung jawab mutlak).

"Sebenarnya SPTJM ini dimaksudkan agar kada tahu honorer K1/K2 yang diusulkan ikut tes PPPK benar-benar asli dan bukan bodong. Jadi ketika pengumuman kelulusan PPPK tidak menuai protes karena kehadiran honorer K1/K2 bodong," paparnya.

Bima menegaskan, pemerintah pusat tidak memaksakan pemda harus mengangkat PPPK dari honorer K1/K2. Apalagi banyak daerah yang PAD (pendapatan asli daerah)-nya kecil.

Pada tahap pertama, rekrutmen calon PPPK difokuskan pada honorer K1, K2, dan non kategori. Honorer K2 ini dibatasi untuk jabatan guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian.

Untuk non kategori adalah penyuluh pertanian yang diangkat berdasarkan perjanjian Kementan dan pemerintah daerah. 

Diketahui sebelumnya untuk encana pemerintah memprioritaskan honorer K2 bidang guru, tenaga kesehatan, dan penyuluh pertanian, dalam seleksi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) kembali menuai polemik.

Kali ini, sorotan terkait dengan keharusan kepala daerah meneken SPTJM (surat pernyataan tanggung jawab mutlak) kesiapan anggaran untuk penggajian, sebagai syarat mengajukan formasi PPPK dari tenaga honorer K2 dan K1.

Berikut sejumlah hal penting terkait seleksi PPPK dari jalur honorer K2dan sistem penggajiannya, seperti disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana.

Pertama, honorer K2 dan K1 harus mengikuti serangkaian tes berupa seleksi kompetensi dasar (SKD) dan seleksi kompetensi bidang (SKB). Kelulusan ditentukan oleh passing grade.

"Rekrutmen calon PPPK harus selektif. Karena PPPK sejatinya untuk kalangan profesional. Cuma, untuk tahap pertama ini honorer K1/K2 diberikan kesempatan ikut dengan catatan mengikuti prosedur yang tertera dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK," terang Bima, Senin (21/1).

Kedua, passing grade khusus K1/K2 lebih rendah dibandingkan pelamar umum. Ini merupakan kebijakan khusus pemerintah untuk honorer K1/K2. "Jadi tidak ada kelulusan otomatis. Semua harus ikuti prosedur yang ada," tegas Bima.

Ketiga, Pemerintah pusat tidak memaksa pemda melaksanakan rekrutmen PPPK pada awal Februari mendatang.

Rekrutmen tahap pertama dari honorer K1 (kategori satu), K2 (kategori dua), dan penyuluh dari usulan Kementerian Pertanian (Kementan) hanya diperuntukkan bagi daerah yang mau menyiapkan anggaran gaji bagi PPPK.

"Pusat tidak memaksakan. Kalau daerah enggak mau ya tidak apa-apa. Tidak usah minta PPPK," ujar Bima Haria Wibisana.

Keempat, pemerintah meminta komitmen kepala daerah dalam perekrutan PPPK tahap satu dari honorer K1/K2 lewat SPTJM. Dengan SPTJM, pemda harus bersedia menanggung beban gaji PPPK.

"Gaji PPPK bersumber dari APBD juga. Namun sebagian besar dari APBN berupa DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus), dan DBH (dana bagi hasil). Saat ini, rata-rata daerah PAD-nya kecil. Mereka tidak mandiri dan sangat bergantung ke pusat. Yang tidak dapat dana transfer daerah cuma DKI Jakarta," pungkas Bima.