PELITAKARAWANG.COM-.Pemerintah memastikan tidak akan
membentuk tim pencari fakta atas meninggalnya ratusan petugas Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilihan Umum (Pemilu)
Serentak 17 April 2019 lalu. Alasannya, karena menurut data Kementerian
Kesehatan, kematian para petugas itu sebagian besar karena jantung,
stroke.
“Penyebab kematiannya bisa dibuktikan.
“Bukan karena diracun,” kata Kepala Staf Presiden (KSP) Jendral (Purn)
Moeldoko usai rapat dengan dengan sejumlah menteri dan pihak terkait di
Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (14/5) siang.
Rapat yang dipimpin oleh KSP Moeldoko
itu dihadiri di antaranya oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo
Kumolo, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek, Sekretaris Jenderal
KPU (Komisi Pemilihan Umum) Arif Rahman Hakim, dan perwakilan dari
Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Moeldoko menyayangkan sejumlah pihak
yang menyebut banyak petugas KPPS meninggal tidak wajar karena diracun.
Kepala Staf Presiden itu menilai pernyataan tersebut sebagai pernyataan
yang sesat. “Itu sesat dan ngawur, tidak menghormati keluarga korban”
ujarnya.
Meski tidak membentuk Tim Pencari Fakta,
pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan mengkaji sejumlah faktor,
baik dari sisi kesehatan maupun beban kerja petugas KPPS yang berat.
Hal lainnya yang perlu dilakukan adalah bagaimana memperbaiki sistem
kerja KPU sampai ke jajaran terbawah di Pemilu berikutnya.
Moeldoko juga menyinggung masukan dari
Ikatan Dokter Indonesia yang menurutnya bagus yaitu melihat resiko
pekerjaan. “Kita harus pikirkan bagaimaan resiko pekerjaan, apakah
pekerjaannya terlalu berlebihan? Hal-hal inilah yang perlu dipikirkan
untuk diperbaiki ke depan, beban kerja yang semakin proporsional dengan
jam kerja” kata Moeldoko.
Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman
Hakim mengatakan sampai Selasa (14/5) kemarin ada 485 pahlawan demokrasi
yang meninggal, dan 10 .997 yang sakit. Kepada mereka, KPU telah
memberikan uang santunan yang besarnya bervariasi.
Arif mengakui dalam perekrutan petugas
KPPS sebelumnya agak longgar. Mereka hanya diminta untuk menyertakan
keterangan sehat dan belum diasuransikan.
Arif meminta ada evaluasi dan ke
depannya, masalah rekruitmen petugas diperbaiki. Terutama menyangkut
kondisi kesehatan dan batasan usia. “kami mengusulkan ini diperbaiki,”
tegasnya.
Dalam laporannya,Menteri Kesehatan Nila
F Moeloek memaparkan kalau dari jumlah korban meninggal, 39% meninggal
di rumah sakit, sisanya meninggal di rumah (61%).
Mereka yang meninggal, kata Nila,
sekitar 58 persen berusia di atas 60 hingga 70 tahun. “51 persen
dikarenakan jantung, cardiovasculer,” kata Nila.
Untuk meneliti korban yang meninggal di
luar rumah sakit, kata Nila, pihaknya akan bekerja sama dengan Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia dan IDI untuk meneliti.
Terhadap para korban meninggal, lanjut
Menkes, akan dilakukan autopsi verbal. Tim akan menanyakan riwayat sakit
kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya. “Tingkat ketepatannya bisa
sampai 80 persen,” ujarnya. (ES)