PELITAKARAWANG.COM-.Masyarakat ramai-ramai menyatakan menolak rencana DPR yang ingin mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Gelombang penolakan itu salah satunya disampaikan melalui petisi di laman Change.org.

Petisi tersebut diinisiasi oleh seorang aktivis gender dan hak asasi manusia (HAM), Tunggal Pawestri. Hingga Kamis (19/9) malam, jumlah dukungan untuk petisi yang berjudul “Presiden Jokowi, Jangan Setujui RKUHP di Sidang Paripurna DPR” itu naik pesat hingga terkumpul lebih dari 340 ribu suara.

Petisi penolakan RKUHP ini sudah dimulai sejak dua tahun yang lalu dan sebelumnya berhasil membuat DPR menunda pengesahan RKUHP. Namun, jelang habisnya masa jabatan DPR 2014-2019, parlemen berencana mengesahkan RKUHP dalam waktu dekat, sehingga Tunggal kembali menggalang dukungan masyarakat untuk menggagalkan pengesahan RKUHP.

“DPR dan pemerintah dalam hitungan hari hendak mengesahkan aturan-aturan hukum pidana yang ngaco! Setelah mengesahkan revisi UU KPK, sekarang mereka hendak mengesahkan revisi RKUHP.” seru Tunggal dalam laman petisinya di change.org/semuabisakena.

Dalam petisinya, Tunggal juga menjelaskan siapa saja yang bisa mendapat ancaman penjara dan denda jika RKUHP disahkan. Pertama, korban perkosaan bakal dipenjara 4 tahun jika ingin menggugurkan janin yang dikandung sebagai akibat dari pemerkosaan tersebut.

Kedua, perempuan yang bekerja dan harus pulang malam terlunta-lunta di jalanan bisa kena didenda Rp 1 juta. Kemudian, kata Tunggal, perempuan dan laki-laki yang hendak menginap bersama tetapi dengan tujuan menghemat biaya menginap bisa terancam pidana penjara 6 bulan. 

Selanjutnya, pengamen, tukang parkir, dan disabilitas mental yang ditelantarkan kena denda Rp 1 juta. Jurnalis atau netizen juga bisa terancam penjara 3,5 tahun jika mengkritik presiden"Yang paling parah kita bisa dipidana suka-suka dalam bentuk kewajiban adat kalau dianggap melanggar hukum yang hidup di masyarakat. Terlebih dari semuanya, dalam RKUHP yang baru, hukuman koruptor malah diringankan menjadi dua tahun," tambah Tunggal.

Masyarakat kemudian menyebarluaskan petisi ini lewat media sosial.  Tagar #SemuaBisaKena lantas banyak dibicarakan publik lewat Twitter dan menuai beragam komentar yang menyatakan penolakan atas RKUHP. 

Melihat dampak jika RKUHP ini disahkan, terutama untuk rakyat kecil, Tunggal mengajak publik untuk terus menandatangani dan menyebarkan petisi. Tunggal optimistis, melihat keberhasilan publik dahulu ketika menggagalkan undang-undang yang bisa membuat pengkritik DPR dipenjara.

Menurut Tunggal, nasib demokrasi sekarang ada di tangan Presiden karena Presiden bisa menolak untuk menyetujui RKUHP yang bermasalah tersebut. Tunggal mendorong presiden Jokowi untuk menolak pengesahan RKUHP di Rapat Paripurna DPR RI.

“Waktu kita tidak banyak. Kita tidak bisa biarkan DPR dan pemerintah meloloskan pasal-pasal yang mengancam kelompok rentan dan termarjinalkan. Mereka mestinya mendengarkan suara penolakan ini dan mengambil waktu lebih lagi untuk membahasnya,” kata Tunggal.

Tunggal mengajak segala lapisan masyarakat untuk menolak RKUHP ini karena dapat mengancam semua orang. “Sekarang nih kita nggak bisa cuek-cuek lagi. Karena siapa aja bisa dipenjara. Saya, kamu, keluarga kita, teman-teman kita, semua orang terdekat kita, #SEMUABISAKENA”, tegasnya. 

Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menkumham pada Rabu (18/9) siang menyepakati RKUHP dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Rapat Paripurna pengesahan RKUHP itu dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa (24/9).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Kemenkumham akan membentuk tim sosialisasi RKUHP baru. Tim tersebut, menurut Yasonna, merupakan orang-orang yang memahami RKUHP agar tidak disalahartikan masyarakat.

"Pasti akan bentuk tim sosialisasi dari DPR dan Kemenkumham. Saya mau yang menjelaskannya adalah tim yang benar-benar mendalami agar penjelasannya benar," kata Yasonna usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.(rol)