PELITAKARAWANG.COM - Hampir setahun lalu, jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP di perairan Karawang, Jawa Barat menjadi suatu tragedi. Kini, penyebab pasti kecelakaan itu terungkap.


Pada 29 Oktober 2018, Pesawat Lion Air PK-LQP jatuh di Laut Jawa sebelah utara Karawang, Jawa Barat. Pesawat ini diterbangkan oleh Pilot Bhavye Suneja dan kopilot Harvino dengan nomor penerbangan JT 610 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang.




Pada pukul 06.32 WIB, pesawat itu hilang kontak di perairan Karawang dan jatuh dari ketinggian 3.000 kaki di perairan Karawang. Tim SAR bergerak, tak ada korban selamat

Hasil investigasi ini diungkap oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam jumpa pers di Kantor KNKT, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019). Jumpa pers ini dihadiri oleh Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo, serta jajaran KNKT lainnya.
Sesuai aturan, KNKT harus mengeluarkan hasil investigasi sebelum satu tahun peristiwa. Dalam kesimpulannya, KNKT menyebut ada faktor-faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan dalam peristiwa jatuhnya Lion Air PK-LQP.


"Sembilan hal ini adalah sembilan hal yang terjadi di hari itu yang terjadi kecelakaan. Apabila salah satu dari sembilan hal ini tidak terjadi, mungkin tidak terjadi kecelakaan. Saling terkait satu sama lain dan mengarah ke kecelakaan," kata Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers.
Berikut 9 faktor yang disebut KNKT:
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat


2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi

3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan

4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dala buku panduan dan pelatihan
5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor


6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya

7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi

8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat

9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini

KNKT lalu memberi rekomendasi ke sejumlah pihak. Ke mana saja?
KNKT Beri Rekomendasi
Setelah melakukan investigasi, KNKT memberikan sejumlah rekomendasi. Ada tiga rekomendasi bagi Lion Air, enam rekomendasi bagi Boeing, hingga delapan rekomendasi untuk Federal Aviation Administration (FAA). Ada juga rekomendasi untuk airnav hingga Dirjen Perhubungan Udara.
"Rekomendasi ke Lion Air terkait dengan manajemen tentang manual dan pengelolaan masalah yang berulang," tutur Nurcahyo.
"Kemudian di Boeing terkait asumsi yang mereka gunakan, terkait asesmen terhadap suatu desain baru. Ini rekomendasi yang kami sampaikan," sambungnya.
Nurcahyo mengatakan Dirjen Perhubungan Udara juga diminta memperbaiki sistem pengawasan operator pesawat. Tidak hanya itu, dia juga meminta Dirjen Perhubungan Udara meningkatkan kualitas bengkel perawatan pesawat.
KNKT juga merekomendasikan FAA mengubah regulasi terkait desain pesawat. Komite juga memberi airnav rekomendasi terkait perubahan manual dalam kondisi darurat.
Keluarga Korban Tak Puas
Meski hasil investigasi sudah diumumkan, keluarga korban kecelakaan Lion Air PK-LQP tidak puas. Keluarga pesimis hasil investigasi ini bisa membuat pihak Lion Air dan Boeing berbenah.
"Dari awal sampai hari ini tidak ada kepuasan. Sangat tidak ngefek ke operator," kata Anton Sahala, juru bicara keluarga korban atas nama Muhammad Rafi Ardian (24) dan Rian Ariandi (24), kepada wartawan.
Anton mengemukakan, sistem pendukung yang dikembangkan Boeing selaku pabrikan pesawat tidak tepat. Sistem itu bernama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), semacam sistem anti-stall. Fitur baru itu menyebabkan Lion Air celaka. Anton sulit mengemukakan harapan untuk penyelesaian kasus jatuhnya Lion Air.
"Bingung juga kami menaruh harapan ke siapa, ke Lion Air atau pemerintah, karena dua-duanya 'tidak hadir'," kata Anton.
Apa Kata Boeing?


Pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Karawang tahun lalu merupakan jenis Boeing 737 MAX 8. Apa kata Boeing terkait hasil investigasi ini?

"Kami memuji Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia atas upayanya untuk menemukan fakta-fakta kecelakaan ini, faktor-faktor penyebabnya, dan rekomendasi yang ditujukan kepada kita bersama, agar hal ini tidak pernah terjadi lagi," kata Presiden & CEO Boeing Dennis Muilenburg dalam keterangan tertulis.
Selain itu, Dennis mengatakan pihaknya saat ini sedang mengkaji rekomendasi dari investigasi KNKT. Semata-mata agar tragedi serupa tak terulang.


"Kami sedang mengkaji rekomendasi keselamatan KNKT, dan mengambil tindakan untuk meningkatkan keselamatan 737 MAX untuk mencegah agar kondisi kontrol penerbangan yang terjadi dalam kecelakaan ini tidak terjadi lagi. Keselamatan adalah nilai abadi bagi semua orang di Boeing. Keamanan pelanggan kami dan para awak di pesawat kami selalu menjadi prioritas utama kami," ujar Dennis.

"Kami menghargai kemitraan lama kami dengan Lion Air dan kami berharap dapat terus bekerja sama di masa depan," sambungnya.



sumber : detikcom