PELITAKARAWANG.COM - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang miliki piutang sebesar Rp.525 miliar, 520 juta. Hal tersebut diutarakan Anggota Komisi II DPRD Karawang, Natala Sumedha pada akun media sosial miliknya, Rabu (30/10/2019).

Dalam akun tersebut, ia mengaku baru mengetahui hal tersebut setelah Komisi II DPRD Karawang rapat dengan badan dan dinas penghasil pada hari Selasa, 29 Oktober 2019 kemarin.

Lanjut Natala, piutang sebesar lebih dari Rp.525 miliar tersebut, miliki rincian sebagai berikut,
1. Kerjasama Pasar atau Build Operate Transfer (BOT) yang dilakukan sejak 2013 sampai dengan 2019, yang melibatkan PT. ALS, PT. Celebes, Senjaya dan inconi. Dengan total piutang Rp.8 miliar 52 juta yang belum ditagih adapun perinciannya yang tercatat sebagai berikut,
PT. ALS Rp.700 juta, PT. Celebes Rp.2,6 miliar dan keduanya mengelola pasar Cikampek 1 yang sempat menjadi sengketa.
– Pasar Johar yang dikelola oleh PT. Senjaya juga masih menyisakan piutang sebesar Rp.800 juta.
– PT. Inconi pengelola pasar Cikampek II dengan piutang sebesar Rp.2,8 miliar.


“Sedangkan kami memiliki keyakinan bahwa, para pedagang dan pemiliki kios setiap bulannya pasti ditagih bayar iuran oleh pengelola pasar tersebut. Pertanyaannya kenapa uang itu tidak disetorkan sebagai kontribusi ke kas Pemkab sesuai perjanjian kerjasama. Apakah pihak ketiga tersebut bisa disebut wanprestrasi?, lalu kenapa Pemkab diam saja, dimana Bupati sebagai pemegang kebijakan tertinggi, dengan tidak memberi instruksi untuk mengambil tindakan hukum, seperti kerjasama dengan kejaksaan tersebut menagih piutang itu, yang jelas uang tsb seharusnya menjadi hak Pemkab Karawang,” tegas Natala seperti yang ditulis di akun media sosialnya.

2. Piutang dari tera ulang sebesar Rp.500 juta, yang menurut kami bisa tertagih diakhir tahun ini, dan masih bisa kita maksimalkan, terkait tentang tera ulang tersebut yaitu tera ulang meter PLN, meter PDAM, timbangan di pabrik-pabrik, timbangan di pasar tradisional maupun pasar BOT permasalahannya pemkab Karawang kekurangan orang yang mengerti tentang meterologi.

“Ini menjadi tugas berat BKSDM,” katanya.

3. Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sebesar Rp.529 miliar dan baru tertagih Rp.13 miliar, di mana piutang tersebut terdiri dari dua bagian sejak tahun 2013 sampai dengan 2018 yaitu,

A. Piutang PBB dari limpahan kewenangan pusat sebesar Rp.232 miliar.

B. piutang setelah dikelola oleh Kabupaten Karawang sebesar Rp.237 miliar.

4. Piutang restibusi jasa umum, restribusi Parkir yang dikerjasamakan dengan pihak ke 3 masih tersisa piutang Rp.180 juta, padahal hampir dipastikan setiap pengendara yang memarkirkan kendaraannya ditepi jalan selalu dipungut biaya parkir.

5. Piutang penggunaan jasa laboratorium Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) sebesar Rp.300 juta yg masih nyangkut di perusahaan.

Total piutang yang jelas didepan mata kita sebesar Rp.525 miliar, 520 juta. Menurut kami bukan angka yang kecil, selama ini TAPD ketika menutup defisit selalu melakukan efisiensi.

“Padahal menutup defisit tersebut bisa juga dengan memaksimalkan PAD diantaranya dengan ‘Tagih Para Pemilik Hutang’, paparnya.

Natala pun menambahkan, terkait sewa lahan yang digunakan oleh Ramayana, yang menurutnya masih terlalu kecil nominalnya.

“Sekitar USD 4.500, udah berlangsung bertahun-tahun dan belum dilakukan evaluasi oleh bagian kerjasama Daerah serta belum berjalannya pemutihan IMB di BPMPTSP terkait perubahan bangunan rumah yang ada di perkotaan dan perumahan, pengalihfungsian gudang menjadi tempat produksi dan lain-lain,” ungkapnya.

Menurutnya masih banyak persoalan yang menjadi benang kusut, yang harus diperbaiki diakhir masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Karawang.

“Kami berharap bisa tuntas sebelum masa jabatan berakhir. Ini adalah laporan yang wajib kami sampaikan kepada masyarakat terkait tugas kami sebagai anggota DPRD Karawang,” pungkasnya.(Red/Isk)