PELITAKARAWANG.COM – Kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang jelang Pilkada serentak 2020 alami defisit, pasalnya alokasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) II Karawang harus dibagi dengan kebutuhan anggaran Pilkada, yang telah teralokasikan dengan besaran sampai Rp.95 miliar.

Dan menjadi memprihatikan, ada kabar anggota DPRD Karawang dengan kondisi itu, meminta alokasi anggaran Pokok Pikiran (Pokir) dengan nilai yang tinggi, hal tersebut diungkapkan pemerhati politik dan pemerintahan, H. Asep Agustian, SH. MH.

Ia pun mengatakan bahwa gelaran Pilkada 2020 mendatang jelas akan berdampak pada keuangan Pemkab Karawang, menurutnya dari total APBD yang dimiliki Pemkab Karawang menjadi wajib untuk dialokasikan untuk menutupi kebutuhan Pilkada 2020 mendatang, dalam bentuk hibah.

“Kondisi ini membuat Pemkab Karawang kelabakan untuk menutupi defisit keuangannya, sehingga semua potensi pendapatan yang berbentuk retribusi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus digenjot, untuk menutupi kekurangan anggaran tahun 2020 mendatang,” ungkap pria yang akrab disapa Askun tersebut, Jumat (1/10/2019).

Selanjutnya, laki – laki yang berprofesi sebagai advokat ini juga sangat menyayangkan dengan apa yang diminta oleh Anggota DPRD Karawang dengan kondisi keuangan Pemkab Karawang saat ini.

“Mbo ya kalau kondisi seperti ini, harusnya anggota Dewan mengerti, kalau pun memang diploting kecil, terima saja dulu. Ya memang kondisinya sedang seperti ini,” tegasnya.

Masih menurut Askun, yang namanya Pokir realisasinya untuk kepentingan masyarakat, dan bentuknya dalam pembangunan. Kalau pun seperti itu, Pemkab Karawang di TA 2020 tetap akan ada realisasi pembangunan.

“Jadi, kalau Dewan sampai maksa ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) minta anggran dengan nilai tinggi soal Pokir ini. Saya malah curiga, ada apa? Kalau pun soal tanggungjawab mereka dalam menyampaikan aspirasi, ya jangan maksa dong. Jadi sebenarnya, ini untuk kepentingan siapa?. Kalau katanya untuk kepentingan masyarakat, saya tanya, masyarakat yang mana?,” tegasnya.

Sementara itu, pemerhati politik lainnya, Andri Kurniawan mengatakan Pokok Pikiran (Pokir) itu di atur dalam berbagai regulasi di Republik ini. Dalam Undang-undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 96.

“Dan di pertegas dalam Pasal (108) tentang Kewajiban Anggota DPRD, yaitu butir (i) menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, butir (j) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan butir (k) memberikan pertanggung jawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya,” paparnya.

Regulasi lain yang mengatur Pokir, lanjut Andri, termaktub dalam Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, pasal 54, yang menyebutkan Badan Anggaran DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan saran dan pendapat berupa ‘Pokok Pikiran’ DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di tetapkan.

“Agar dapat diimplementasikan dalam APBD, maka Pokir harus dikaji sehingga mampu menyelesaikan permasalahan pembangunan daerah yang di peroleh dari dengar pendapat atau hasil penyerapan aspirasi melalui reses, serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten atau Kota. Pokir juga harus di selaraskan dengan prioritas dan sasaran pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” ungkapnya.

Andri menambahkan, menjadi hal terpenting lain yang harus di perhatikan adalah Pokir harus di sampaikan ke Pemerintah Daerah, jauh sebelum penetapan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Daerah (RKPD). Terakhir, untuk menjamin ketersediaan anggaran, maka dalam dokumen RPJMD perlu dialokasikan proyeksi anggaran Pokir untuk jangka waktu 5 tahunan, di luar alokasi anggaran Rencana Strategis Organisasi Perangkat Daerah.

“Simplenya, dari regulasi yang ada. Tidak ada tuh poin pasal mana pun yang menjelaskan soal ukuran nilai Pokir DPRD. Hemat saya, kalau memang kondisi keuangan Pemkab Karawang dalam APBD II 2020 mendatang sedang defisit. Ya tidak perlu memaksakan untuk mengakomodir Pokir, dipaksakan juga kalau uangnya tidak ada, mau pakai apa?,” tutupnya.(red/isk)