PELITAKRAWANG.COM-.Mantan direktur utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, adalah terdakwa ketiga dari perkara yang digarap KPK yang divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun, Sofyan menjadi terdakwa pertama yang divonis bebas di Pengadilan Tipikor Jakarta karena dua terdakwa lain divonis di Bandung dan Pekanbaru.


Terdakwa pertama yang divonis bebas oleh pengadilan adalah Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad dalam perkara penyuapan anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar. Selain dituduh menyuap anggota DPRD, Mochtar juga diduga menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.

Mochtar pun memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Oleh Pengadilan Tipikor Bandung di Pengadilan Negeri Bandung pada 11 Oktober 2011, Mochtar Mohamad dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi, dan dari seluruh dakwaan.

Namun,KPK kemudian mengajukan kasasi hingga Mahkamah Agung (MA) mengoreksi putusan tersebut pada 7 Maret 2012. Putusan kasasi MA menyatakan Mochtar terbukti melakukan korupsi dan divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp639 juta subsider 6 bulan kurungan.Terdakwa kedua adalah Bupati Kabupaten Rokan Hulu Suparman dalam kasus tindak pidana korupsi pembahasan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan provinsi Riau 2014 dan APBD 2015. Pada 23 Februari 2017, Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang bertempat di Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bebas Suparman.

Dalam tuntutannya, JPU KPK menyatakan, Suparman dan rekannya Johar Firdaus selaku Ketua DPRD RIau 2009-2014 terlibat aktif dalam perencanaan untuk meminta imbalan kepada Gubernur Annas Maamun dalam pembahasan APBD. Namun, dari nilai komitmen sebesar Rp1,2 miliar, yang terealisasi baru Rp900 juta yang dimasukan ke dalam 40 amplop berisi Rp50 juta, dua amplop berisi Rp40 juta, enam amplop berisi Rp25 juta dan 31 amplop isinya Rp20 juta. Johar pun telah menerima sebesar Rp155 juta dari janji Rp200 juta.MA pada 8 November 2017 lewat putusan kasasinya kemudian mengoreksi putusan tersebut dan menyatakan Johar Firdaus dan Suparman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Majelis kasasi lalu menjatuhkan pidana kepada Johar Firdaus dan Suparman masing-masing selama 6 tahun dan pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya juga dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak keduanya selesai menjalani pidana pokoknya.

Selanjutnya pada hari ini, Sofyan Basir divonis bebas olehPengadilan Tipikor Jakarta. Sofyan dibebaskan dari dakwaan jaksa kpk dalam perkara pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1)."Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua jaksa penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Hariono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebelumnya meminta agar Sofyan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, JPU KPK menilai Sofyan melakukan pembantuan fasilitasi suap terkait kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) yaitu memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.Dalam perkara ini, Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019 dan Idrus Marham menerima hadiah berupa uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham BNR, Ltd. Pada 2015, Johannes Kotjo melakukan kesepakatan dengan CHEC Ltd mengenai rencana pemberian fee sebagai agen proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 yang diperkirakan nilai proyeknya 900 juta dolar AS dengan fee sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS.Namun,oleh majelis hakim, Sofyan dinilai tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 56 ayat 2 KUHP.Salah satu anggota JPU KPK, Ronald Worotikan mengaku kaget Sofyan Basir divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim tersebut."Secara psikologis memang kami kaget ya dengan putusan ini. Tapi kami menghormati putusan majelis, kami juga akan mempelajari putusan untuk menentukan langkah selanjutnya," ujar Ronald di PN Jakarta Pusat, Senin (4/11).

Untuk langka selanjutnya, Ronald menjelaskan bahwa pihaknya masih akan mempelajari putusan majelis hakim itu. Oleh karena itu, pihak meminta agar segera dikirimkan petikan dari putusan vonis bebas Sofyan Basir tersebut."Untuk menentukan langkah, kami pelajari dulu putusannya," terang Ronald.Disamping itu, Ronald juga menyangkal jika vonis bebas karena dakwaan yang dialamatkan kepada Sofyan lemah. Menurutnya, putusan yang membebaskan Sofyan adalah sepenuhnya murni hak majelis hakim. Bahkan, Ronald menegaskan, bahwa pihaknya telah membuat surat dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan.

"Bukan berarti bahwa putusan bebas ini artinya dakwaan lemah atau tidak, itu tidak benar. Ada beberapa perkara lain yg bebas di kasasi, ada juga yang bebas di tingkat pertama," tutur Ronald.Sementara itu, Sofyan mengaku bersyukur atas vonis bebas yang diterimanya. "Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik hari ini bebas. Bebas di luar dan bisa membuat yang terbaik untuk masyarakat. Terima kasih pada teman-teman wartawan," ujar Sofyan Basir usai persidangan. (rol)