PELITAKARAWANG.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menggagas program Merdeka Belajar, yang salah satunya mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, pada 2021.

Lantas muncul pertanyaan apa yang akan menentukan standar kelulusan siswa kalau bukan UN?

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ade Erlangga Masdiana mengatakan bahwa parameter kelulusan siswa diserahkan kepada sekolah. "Untuk kelulusan itu kami serahkan di sekolah, itu yang pengganti UN," kata Erlangga Airlangga dalam diskusi Merdeka Belajar, Merdeka UN di Ibis Tamarin, Jakarta, Sabtu (14/12).

Menurut Airlangga, hal ini sudah diatur dalam aturan baru yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional. "Permendikbud Nomor 43 Tahum 2019 sudah dijelaskan seperti itu. Penentuan kelulusan itu berada di sekolah," ungkap Erlangga.

Menurutnya, kelulusan anak-anak itu tidak ditentukan hanya berdasar satu atau beberapa mata pelajaran. Dia menyatakan guru bisa memberikan asesmen, portofolio, tugas, dan lainnya sehingga lebih banyak variabel untuk siswa.

"Misalnya anak di matermatika punya, tetapi punya juga keahlian seni. Jadi kalau ini dikembangkan terus ditingkatan, mereka ketika terjun ke dunia nyata bisa jadi pebisnis kreator dan sebagainya," katanya.

Menurut Erlangga, Asesmen Kompetensi Minimum untuk pemetaan, tidak dilakukan di akhir masa pendidikan. Melainkan dilakukan di tengah. Dia menjelaslan anak didik maupun guru dilakukan penilaian supaya bisa melakukan perbaikan.
"Maka dilakukan di tengah. Usia atau kelas 4 dan 8 dan 11. Masih ada jeda melakukan perbaikan dua tahun atau satu tahun setengah," katanya.

Dia menjelaskan kalau sistem yang lama, anak diuji saat terakhir. Padahal, hasil ujian nasional tidak menjadi standar. "Masuk perguruan tinggi sekarang pakai SNMPTN. Hasil ujian nasional tidak terpakai juga, jadi sia-sia," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya sudah banyak kritikan terhadap ujian nasional. Bahkan, kata dia, Mendikbud Muhadjir sebelumnya sudah menyatakan akan evaluasi. "Ini sebagai sebuah kompromi. USBN kompromi juga," ungkapnya.

Karena itu, dia mengatakan sebenarnya kalau dilihat dari masa lalu ujian nasional kurang efektif. Hasilnya juga kurang terpakai. Pelajar atau anak didik dipaksa untuk menghafal. (jpnn)