PELITAKARAWANG.COM.‐ Kementerian Agama menyatakan penyelenggara perjalanan ibadah Umroh (PPIU) wajib menyetorkan uang jaminan kepada pemerintah minimal Rp200 juta. Aturan ini untuk mengantisipasi agar kasus penipuan umrah seperti yang dilakukan First Travel tak terulang.


"Regulasi mengatur bahwa penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) harus memiliki kemampuan finansial untuk menyelenggarakan ibadah umrah yang dibuktikan dengan jaminan bank sebesar minimal Rp200juta," kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam jumpa pers di Kantor Kemenag, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (18/2)


Kasus penipuan agen perjalanan umrah First Travel terkuak pada 2018. Kasus ini mengakibatkan kerugian hingga Rp905,3 miliar.


Uang tersebut merupakan akumulasi dana yang disetorkan calon jemaah sebesar Rp14,3 juta per orang. Sementara jumlah korban penipuan mencapai 63.310 orang.


Selain First Travel, agen perjalanan umrah Abu Tours juga melakukan penipuan. Diperkirakan jumlah kerugian akibat penipuan itu mencapai Rp1,8 triliun. Berdasarkan penyelidikan kepolisian, sekitar 86.720 menjadi korban Abu Tours.


Fachrul mengatakan demi mencegah hal itu terulang kembali, pihaknya sudah membentuk satuan tugas (satgas) pengawasan umrah. Satgas lintas kementerian/lembaga ini secara intensif sudah turun ke lapangan pada akhir 2019.


"Untuk melakukan sidak sekaligus pembinaan kepada para travel di beberapa provinsi terkait UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah," tuturnya.


Selain itu, Kemenag juga mengembangkan sistem perizinan online melalui Siskopatuh (Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji khusus). Aplikasi ini menjadi sarana mengurus perizinan secara online sehingga akan memudahkan masyarakat.



Terdapat tiga jenis perizinan, yaitu: izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) baru, perubahan izin, dan akreditasi PPIU.

Terakhir, mantan Wakil Panglima TNI itu juga mengatakan pihaknya sudah mencabut moratorium pemberian izin baru penyelenggara umrah. Moratorium yang diberlakukan sejak 2018, dicabut oleh Menag mulai awal Februari 2020.


"Pencabutan moratorium ini akan memberikan ruang berkembangnya dunia usaha bisnis syari'ah sehingga diharapkan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Fachrul. (CNN).