Taman Satwa Cikembulan di Kadungora Kabupaten Garut masuk masa SOS setelah ditutup sejak awal bulan Maret 2020 lalu menyusul pandemi Covid-19.
Menurut Manager Operasional Lembaga Konservasi Cikembulan, Rudy Arifin, sejak ditutup bulan Maret lalu praktis tidak ada pemasukan karena tidak adanya pengunjung yang datang.
“Kami hanya mengandalkan tabungan yang ada, itu pun tidak banyak," ucap Rudy.
Menurut Rudy, jika pandemi covid 19 ini terus berlangsung dengan waktu yang panjang, dipastikan banyak satwa di LK Cikembulan terbengkalai dari perawatannya, mulai dari pemberian pakan, vitamin hingga pengelolaan LK secara keseluruhan.
“Kami sudah sejak awal Maret tidak menerima pengunjung lagi sehingga tidak ada pemasukan, kecuali bila ada perhatian dan bantuan dari pemerintah atau pihak-pihak lainnya," tuturnya.
Rudy menyatakan, LK dengan luas 5 hektar ini memiliki satwa yang berjumlah 435 ekor, satwa-satwa tersebut termasuk dalam jenis-jenis mamalia, aves dan reptil serta memiliki macan tutul berjumlah 5 ekor, harimau Sumatera 1 ekor, orang utan 6 ekor, beruang madu 1 ekor juga singa afrika 8 ekor serta jenis-jenis yang lainnya.  
"Untuk makan macan tutul saja manajemen harus ngorek kocek hingga Rp. 20 juta/bulan karena harus membeli pakan berupa daging untuk makan mereka atau total pngeluaran untuk selutuh operasinal perbulannya mencapai Rp. 220 juta," jelasnya.
Rudy menambahkan, manajemen sudah melakukan perumahan karyawan untuk mengurangi beban gaji yang selama ini dibayarkan per bulannya. Dalam kondisi normal mereka memiliki karyawan sejumlah 30 orang.  Saat ini kami hanya mempekerjakan karyawan sekitar 15 orang mereka harus menjaga keberlangsungan kesejahteraan satwa yang tetap harus dirawat dan diberi pakan.
"Selama situasi normal, kami tidak pernah mengeluh mengenai biaya operasional untuk satwa, namun kasus Covid 19 ini benar-benar membuat kami berpikir dan bekerja keras untuk bertahan. Jika covid 19 ini masih lama, kami hanya dapat bertahan sampai bulan juni 2020," pungkasnya.**red