Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai pemerintah terlalu fokus pada ojek online (ojol) selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Padahal, banyak angkutan lain terkena imbas.
 
"Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu," ujar dia di Jakarta, Rabu, 15 April 2020.
 
Ia mencontohkan bajaj tak diperhatikan lagi. Selain wilayah operasi dibatasi, bajaj dibiarkan beroperasi tanpa perlindungan meskipun masuk dalam angkutan umum legal.


"Sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas," tutur dia.


Ia juga menyoroti Kementerian Pertanian yang menggandeng perusahaan aplikator transportasi daring untuk pembelian sembako via daring. Perusahaan transportasi daring mendapat banyak pendanaan (funding). Hal ini berbeda dengan perusahaan-perusahaan transportasi lain yang harus berupaya mandiri.
 
Di satu sisi, perusahaan transportasi, seperti perusahaan taksi, bus, dan truk melakukan gerakan bantuan sosial tidak hanya pada pegawai (pengemudi, knek, teknisi, adminitrasi) tetapi juga ke masyarakat yang membutuhkan. Padahal, perusahaan transportasi itu mendapat keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring.
 
Selain itu, bila angkutan tidak jalan maka tidak mendapatkan penghasilan. "Sementara, program perusahaan transportasi daring tidak mengena sasaran langsung mitranya, apalagi untuk memikirkan masyarakat yang lain, masih jauh dari harapan," jelas dia.**

Sumber: medcom