Pemerintah memperkirakan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) TA 2020 mencapai Rp 1.028,5 triliun atau 6,27 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Persentase tersebut naik 1,20 persen dari perkiraan yang sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020, yaitu 5,07 persen terhadap PDB. Terkait hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengingatkan Pemerintah untuk menjaga kredibilitas APBN.(20/5/2020).

“Pelebaran defisit tentu berakibat semakin besarnya risiko pengelolaan fiskal seiring penambahan pembiayaan utang serta beban pembayaran bunga utang. Ditambah lagi, hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan pembayaran karena menurunnya kinerja penerimaan negara akibat tekanan ekonomi,” ujar Puteri Komarudin.

Dalam konferensi pers Senin (18/5/2020) lalu, Menteri Keuangan menyatakan outlook pendapatan negara hanya akan mencapai Rp 1.691,6 triliun atau lebih rendah Rp 69,3 triliun dari target Perpres Nomor 54 tahun 2020, yaitu sebesar Rp 1.760,9 triliun. Sementara itu, alokasi belanja negara mengalami peningkatan menjadi Rp 2.720,1 triliun atau bertambah Rp 106,3 triliun. Peningkatan tersebut di antaranya seiring penambahan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp 641,17 triliun. Oleh karena itu, Puteri menyoroti fleksibilitas pelebaran defisit anggaran untuk kembali di bawah 3 persen dari PDB secara bertahap sebagaimana direncanakan Pemerintah dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020.

“Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memang menjadi payung hukum yang jelas menyebutkan bahwa defisit akan kembali disiplin ke batas normal 3 persen dari PDB pada 2023. Namun, pelebaran defisit ini tetap perlu diantisipasi agar tidak terus melebar pada masa yang akan datang. Perlu diingat bahwa semakin melebarnya defisit, maka akan semakin menantang pula pengembaliannya ke batas normal walau secara bertahap. Untuk itu, Pemerintah harus berusaha keras agar pelebaran defisit yang terjadi tetap dalam batas yang memungkinkannya kembali pada batas normal sesuai target Perppu,” imbau politisi Fraksi Partai Golkar.

Lebih lanjut, sebagai upaya untuk menekan pelebaran defisit APBN, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bidang Ekonomi dan Keuangan ini meminta Pemerintah untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan negara potensial seperti pajak digital. Selain itu, Puteri juga mengingatkan pemerintah agar meningkatkan efektivitas pengelolaan utang dan memperhatikan stabilitas rasio utang Pemerintah terhadap PDB untuk menjaga kredibilitas APBN dalam menghadapi tekanan perekonomian akibat Covid-19.

“Strategi pembiayaan utang harus dilakukan dengan prudent dan terukur. Selain itu, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan alternatif sumber pembiayaan lain dengan biaya dana yang lebih rendah” papar Ketua Kaukus Pemuda Parlemen (KPPI) tersebut.

Dalam kondisi ketidakpastian pasar akibat dampak Covid-19, perkembangan indikator asumsi dasar ekonomi makro diperkirakan masih akan terus berkembang. Puteri menilai Pemerintah perlu lebih cermat dan akurat dalam menetapkan dan menghitung indikator penting tersebut dalam menyusun perubahan APBN TA 2020. Untuk itu, legislator dapil Jawa Barat VII ini meminta agar Pemerintah segera menyampaikan kepada DPR RI terkait revisi Perpres 54/2020.
“Kami tentu menunggu paparan dan penjelasan dari Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, terkait detail dan perincian dasar perhitungan atas perubahan APBN tahun 2020. Pimpinan dan Anggota Komisi XI pun sudah menyampaikan kepada Ibu Menteri, bahwa kami siap apabila sewaktu-waktu harus membahas bersama Pemerintah melalui rapat di luar masa sidang dengan izin dari pimpinan, mengingat saat ini DPR sedang dalam masa reses,” pungkas Puteri. **alw/sf.