Dampak COVID-19 cukup masif, terutama pada sektor ekonomi. Salah satunya terlihat dari banyaknya masyarakat yang kesulitan membayar cicilan kepada bank atau industri keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat (Jabar) bahkan mencatat 1,1 juta debitur telah mengajukan keringanan atau restrukturisasi kredit.
Kepala Otoritas Jasa Keungan (OJK) Jabar Triana Gunawan menyebutkan relaksasi kredit yang diajukan telah mencapai senilai Rp61,5 triliun namun pihak industri keuangan masih melakukan proses sebelum memberikan persetujuan.
 
"Total pengajuan penundaan atau relaksi kredit di Jawa Barat mencapai Rp61,5 Triliun dengan jumlah debitur 1,1 juta ," tegasnya dalam meeting zoom, Selasa (19/05/2020).
Disebutkan, proses pengajuan penundaan atau relaksasi kredit saat ini sudah mencapai 665 ribu debitur senilai Rp29,5 triliun. Sisanya masih dalam evaluasi dari pihak perbankan atau industri pembiayaan non bank. Ada beberapa syarat yang cukup ketat agar debitur mendapatkan keringanan. Misalnya usaha terganggu karena harus tutup benar-benar akibat COVID-19.
"Jadi harus ada pengajuan, bukan otomatis," tegasnya.
Dalam pelaksanaannya, menurut Triana , relaksasi kredit ini juga menemui beberapa kendala. Misalnya ada pengajuan keringananan secara kolektif melalui ormas. Hal itu tentunya tidak mendapatkan persetujuan. Selain itu ternyata nasabah yang mengajukan juga terus bertambah setiap waktu.
Ia mengatakan OJK akan fokus dalam meredam folatilitas pasar keuangan agar investor masih tetap percaya. Sebab diakuinya, sejak COVID-19 semua sektor ekonomi terganggu, sejak Maret hingga akhir April ini. Namun menjelang akhir Mei sudah mulai ada perbaikan.
"Kita fokus agar sektor riil bisa bertahan, salah satunya dengan relaksasi atau restrukturisasi kredit.  Kita beri ruang nafas bagi sektor riil, tapi kita juga fokus menguatkan industri jasa keuangan itu sendiri. Harus perkuat industri jasa keuangan agar fungsi dan perannya membantu ekonomi tetap terjaga," tegasnya.**red