Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan, menyusul keputusan Pemerintah kembali menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, semangat gotong-royong harus kembali digelorakan. Masyarakat yang mampu bisa mensubsidi masyarakat yang kurang mampu. Kendati ia yakin keputusan Pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan yang kini tengah menjadi polemik di masyarakat, bukan tindakan gegabah yang dilakukan tanpa perhitungan.

"Pemerintah tentu tidak gegabah membuat keputusan. Saya percaya, mereka (Pemerintah) menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai langkah taktis menyelamatkan BPJS Kesehatan itu sendiri. Kita tahu kan saat ini terjadi likuiditas keuangan yang defisit begitu besar? Jadi saya kira keputusan ini adalah langkah penyelamatan," kata Rahmad dalam keterangan.

Dia mengatakan, keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan domain Pemerintah. Tapi menurutnya, yang menjadi parameter sebenarnya bukan soal naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan itu, melainkan bagaimana sistem jaminan sosial dalam hal ini BPJS Kesehatan ini diselamatkan. "Kalau BPJS Kesehatan ini tidak diselamatkan, efeknya panjang. BPJS Kesehatan adalah badan yang menaungi masalah kesehatan rakyat, sesuai dengan undang-undang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus diselamatkan,” tegasnya.

Rahmad mengungkapkan, pihaknya sebenarnya belum mengetahui secara detail apa latar belakang sehingga pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. "Saya belum mengetahui apa latar belakangnya, mengingat menimbang seperti itu, kita (komisi IX DPR RI) belum tahu. Tapi yang penting adalah BPJS Kesehatan ini harus diselamatkan. Nah penyelamatan dalam hal ini adalah likuiditas," katanya.

Menambahkan keterangannya, Rahmad mengatakan, sebenarnya yang semestinya ditolak adalah kenaikan iuran kelas III. Dikatakannya, peserta BPJS Kesehatan kelas I dan kelas II yang sudah cukup mampu itu hendaknya bergotong royong, membantu, men-support dan mensubsidi untuk  peserta kelas III. "Nah yang kelas III ini memang serba dilematis, meskipun  kami pada prinsipnya tidak setuju tapi karena Pemerintah sudah mengambil keputusan seperti ini, ya kita hormati. Kan masih ada jeda sekian bulan," ucapnya.

Ditambahkan Rahmad, seiring dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini, pelayanan kepada peserta juga harus ditingkatkan. Paling tidak, fasilitas yang diberikan tidak boleh berkurang, justru ditingkatkan. "Keluhan-keluhan dan birokrasi yang bertele-tele itu harus segera dipangkas," tandas Anggota Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan lagi hampir dua kali lipat dari posisi saat ini. Keputusan ini dilakukan tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.
Kenaikan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut ditandatangani Jokowi 5 Mei lalu.

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS "Ayo Presiden Jangan Main-main Hati Rakyat"

Kenaikan iuran diberlakukan mulai Juli 2020, dengan iuran kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu, kemudian iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu. Sedangkan iuran kelas III naik dari Rp 25.500 ribu menjadi Rp 35 ribu, berlaku mulai tahun 2021 mendatang. **dep/es/sf.