Tema jihad sengaja digunakan untuk menyentuh sisi spiritualitas terdalam kita dan untuk menggugah partisipasi otentik seluruh warga bangsa dalam menghadapi Covid-19 ini. Saatnya artikulasi keberagamaan kita mewujud dalam berbagai dimensi, mulai dari dimensi transendental spiritual sampai dimensi sosial ekonomi. Dalam jihad ini, seluruh warga bangsa wajib secara individu (fardu 'ain) berpartisipasi bersama pemerintah.
Tulisan ini tidak ingin mengelaborasi tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah karena sudah cukup banyak penjelasan tentangnya. Tulisan ini ingin membahas tentang apa yang harus kita lakukan sebagai warga bangsa.
Pandemi global Covid-19 adalah musuh kemanusiaan yang telah mendisrupsi seluruh ekosistem kehidupan manusia. Mahluk super nano ini masih terlalu misterius untuk dapat dikalahkan oleh sofistikasi teknologi kesehatan mutahir. Kehadiran Covid-19 ini menyadarkan kita bahwa, pertama, manusia dengan kemajuan peradaban dan kecanggihan teknologinya belum ada apa apanya (QS, Al Israa, 85), dan oleh karena itu janganlah pongah (QS, Luqman 18).
Kedua, menyadarkan manusia untuk terus belajar, meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan (QS, Al Ghasiyah 17-20, Al Alaq 1-4), karena hanya dengan izin Allah dan ilmu pengetahuan yang dapat menghentikan Covid-19 ini. Semoga ihtiar ilmiah untuk menemukan vaksin yang dapat melumpuhkan keganasan virus ini segera ditemukan.
Ketiga, kesabaran, kerendahan hati, tawadu, bersatu melakukan hal hal sederhana seperti menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan (QS, Al Taubah 108), menjaga jarak (physical distancing) atau menghindari kerumunan dan memakai masker, seakan mengajarkan agar manusia bersabar, saling tolong menolong dan saling menguatkan (QS, Al Maidah 2).
Keempat, sebagai hamba dan khalifah yang diberi amanah untuk mengurus bumi dan segala dinamikanya (QS, Al Ahzab 72-73), setiap kita wajib melakukan sesuatu untuk mempertahankan kehidupan ini demi memuliakan kemanusiaan, (QS, Al Isra’ 70, QS, Al Maidah 32). Sebab, kehadiran Covid-19 ini tidak hanya mengancam hak manusia yang paling asasi (kehidupan), tapi mengancam dan mendisrupsi seluruh ekosistem dan penyangga penyangga kehidupan.
Tulisan ini mengajak kita kembali untuk bersama pemerintah menghadapi Covid-19 ini. Setidaknya ada tiga hal yang dapat kita lakukan.
Pertama, patuh pada protokol Covid-19. Taat kepada pemerintah yang sah dan kebijakannya yang berorientasi kepada kemaslahatan wajib secara syar'i (QS, Al Nisa 59). Penyebaran Covid-19 hanya bisa dihentikan dengan partisipasi seluruh warga bangsa. Sekali lagi, mari kita berjihad melawan musuh kemanusiaan ini dengan mengerahkan seluruh potensi, energi dan modal sosial budaya, agama dan ekonomi yang ada.
Atas nama ini, semua imbauan dan perintah untuk menjaga jarak atau menghindari kerumunan dan seluruh protokol Covid-19 wajib secara syar'i dipatuhi oleh warga masyarakat. Mentaati pemerintah dalam hal ini sama halnya melaksanakan perintah agama, bukan hanya karena secara syar'i, kita harus mentaati pemerintah (QS, Al Nisa 59) tetapi perintah tersebut sejalan dengan perintah agama untuk menjaga diri (QS, Al Baqarah 195) dan orang lain serta kemanusiaan secara keseluruhan dari bahaya (laa dharara walaa dhiraara). Oleh karena itu, mengikuti protocol Covid-19 sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah harus didukung dan dipatuhi sepenuhnya.
Kedua, berderma untuk meringankan beban warga yang terdampak covid ini wajib dilakukan. Covid-19 ini telah menyebabkan tragedy kemanusiaan, frustasi sosial dan resesi ekonomi yang besar. Struktur demografi Indonesia yang memiliki jumlah orang miskin dan rentan miskin (berpotensi bermutasi menjadi miskin) masih sangat besar dan struktur ekonomi Indonesia yang sebagian besar didominasi oleh sektor mikro kecil sangat rentan terdampak oleh covid 19 ini. Oleh karena itu, dimensi sosial dan segala piranti sosial keberagamaan kita harus merespon realitas ini. Institusi zakat, infaq, dan sodaqah saatnya dikapitalisasi. Walau negara telah menggelontorkan tidak kurang dari 405 triliun untuk menghadapi Covid-19 ini, angka ini masih jauh dari memadai jika partisipasi warga bangsa tidak maksimal.
Manifestasi sosial agama yang solutif saatnya dibuktikan. Nilai agama dan modal sosial Indonesia sebagai bangsa yang dermawan harus terus dikapitalisasi. Bukankah segala yang kita dermakan akan diganti oleh Allah Swt (QS, Saba 39, Al Baqarah 245).
Untuk diingat kembali bahwa sadaqah tidak hanya bermanfaat untuk orang lain. Sadaqah dalam banyak hadis dikatakan dapat mengobati penyakit, dapat menghindarkan dari bahaya dan dapat menghapus dosa. Atas nama kemanusiaan, agama yang kita yakini, mari peduli pada tetangga, pada warga yang terdampak. Bukanlah orang yang beriman yang tidur nyenyak dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelapan.
Ketiga, berdoa dan beribadah. Bulan Ramadan adalah bulan ibadah di mana kita diperintahkan untuk banyak berzikir (QS, Al Ahzab 41, Al Anfal 45, Al Jumuah 10) berdoa (QS, Al Baqarah 186), bermunajat (QS, Al Baqarah 127, 128, 201, 250, 286) serta bertafakkur (QS, Yunus 101, Ad Dzariyat 20-21). Dengan banyak beribadah dan berdoa kualitas spiritual meningkat, kualitas resepsi hati atas sinyal sinyal ketuhanan semakin baik, hati menjadi tenteram dan tenang. Kepribadian menjadi lebih baik dan insya Allah daya tahan tubuh dan imunitas pun akan meningkat.
Dengan melakukan tiga hal di atas kita berperan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan Indonesia akan memenagkan pertarungan ini. Semoga kita terhindar dan selamat dari covid 19 ini. Wallahu a’lam**red