PELITAKARAWANG.COM-. Terdakwa kasus penggelapan, pencucian uang jemaah umrah,  CEO PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours & Travel), Hamzah Mamba dituntut 20 tahun kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan itu dibacakan di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Makassar, 21 Januari 2019.

Bos ABU Tours and Travel tersebut dituntun selama puluhan tahun lantaran terbukti telah melakukan penggelapan dan pencucian uang jemaah atau calon jemaah umroh. 

Hamzah Mamba dianggap melanggar pasal 372 juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto pasal 64 ayat (1) ke 1 KUHP tentang penggelapan serta pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto pasal 64 ayat (1) ke 1 KUHP. 

JPU dalam tuntutannya mengatakan dana Rp1,2 triliun milik jemaah digunakan secara sadar oleh Hamzah Mamba untuk membayar gaji karyawan, agen, dan mitra ABU Tours melalui rekening pribadi terdakwa. 

Selain itu dana tersebut juga digunakan untuk kepentingan pribadi kepentingan pribadi Hamzah Mamba, istrinya Nursyariah Mansyur, Kasim Sanusi, dan Chaeruddin. 

Salah satu JPU dalam Sidang, Dermawan Wicaksono, mengatakan bahwa yang paling memberatkan Bos ABU Tours and Travel tersebut adalah terdakwa tidak mau mengakui telah menggunakan uang jemaah untuk kepentingan pribadinya. 

'Yang paling memberatkan adalah terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak mengakui perbuatannya,' katanya, saat ditemui usai sidang tuntutan bagi terdakwa Hamzah Mamba. 4

hamzah juga tidak mengakui bahwa segala aset yang dimiliki mulai dari ABU Tours hingga usaha-usaha lain miliknya dibeli dari uang jemaah umrah yang tidak jadi diberangkatkan. 

'Tapi yang paling utama adalah dia tidak mengakui bahwa pembelian aset-aset dan pembuatan anak usaha itu bukan menggunakan uang jemaah tapi uang pribadinya,' jelasnya. 


Dalam sidang tersebut Bos ABU Tours itu, dituntut denda sebesar Rp100 juta. Denda uang paling minimal diambil JPU hasil pertimbangan kerugian jemaah dan kreditur jika dituntut dengan denda maksimal. 


Karena terdakwa dalam sidang putusan perniagaan sudah dinyatakan pailit dan denda itu akan diselesaikan oleh kurator. Maka ketika dituntut dengan denda yang lebih besar maka ditakutkan akan merugikan kreditur lainnya yakni para jemaah. 


'Kami menuntutnya dengan denda seminimal mungkin. Bukan dalam konteks meringankan terdakwa tapi, demi mengoptimalkan pemulihan kerugian nanti bagi para jemaah melalui kurator,' jelasnya. 


Dengan catatan putusan nanti sinkron dengan hasil putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). 'Jadi apa yang kami tuntutkan ini sangat memperhatikan aspirasi para jemaah,' ujarnya.