PELITAKARAWANG.COM- Praktik politik uang dalam pemilu 17 April 2019 berpotensi besar bakal terjadi. Hal itu ditandai dengan masifnya gerakan broker suara.

Sejumlah warga mengaku dimintai fotokopi KTP dengan dalih untuk mendukung salah satu calon anggota legislatif, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Warga juga diimingi uang.

”Memang sebelumnya ada yang minta fotokopi KTP. Katanya untuk dukungan ke caleg. Nanti ada uangnya kalau disetujui caleg itu,” kata Rahmad, warga Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng.

Menurutnya, hal demikian dilakukan sejumlah orang. Selain itu, caleg yang disebut-sebut meminta bukti KTP itu juga tidak hanya dari satu partai. ”Banyak mas yang seperti itu. Tidak hanya satu dua caleg. Kalau datang ke saya sekeluarga ini, tidak kurang dari empat orang yang katanya utusan caleg,” tuturnya.

Rahmad mengaku tidak mau ambil pusing. Ketika diminta KTP, dia langsung memberikan. ”Kadang mereka sendiri yang foto kopikan. Ada juga yang hanya foto KTP kami. Saya sih tak keberatan. Kalau ada uangnya, ya saya ambil saja,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan warga lainnya, Nurdewi. Dia juga mengaku didatangi sejumlah orang dari tim sukses salah satu caleg. Oknum itu menjanjikan sejumlah uang kepadanya asalkan memberikan KTP dan saat pemilu nanti mencoblos caleg yang diarahkan.

”Yang disuruh coblos itu tidak hanya satu caleg. Mereka punya paket DPRD kabupaten, provinsi, dan pusat. Katanya sepaket itu minta didukung. Kalau mau, nanti ada biaya transport,” kata dia.(9/3/2019).

Dia mengaku tidak mengetahui besaran uang yang dijanjikan. Selain itu, iming-iming tersebut belum ada kejelasan. ”Itu sudah didata kira-kira Januari lalu. Sampai sekarang orangnya gak muncul lagi,” katanya.

Pengumpulan KTP warga merupakan modus politik uang. Bawaslu Kotim mulai mengendus gerakan tersebut. Pasalnya, caleg tidak dibenarkan memiliki tim sukses atau relawan.

”Tak ada namanya tim sukses atau relawan untuk caleg. Untuk parpol saja tidak ada, masa caleg bisa?” kata Salim Basyaib, Komisioner Bawaslu Kotim.

Bawaslu Kotim, kata Salim, akan memaksimalkan pengawasan agar pelaksanaan pemilu bebas dari pengaruh politik uang. Karena itu, dia mengajak semua pihak berkomitmen memberantas hal tersebut.

Di sisi lain, pelaksanaan pesta demokrasi tahun ini berbeda dengan 2014 silam. Selain aturan ketat, caleg mulai memperhitungkan tidak jor-joran melakukan sosialisasi.

”Sekarang tidak seperti 2014 lalu. Kalau tahun sebelumnya, hampir setiap desa caleg mengadakan kegiatan olahraga. Caleg yang punya banyak uang jadi sponsor dan penyandang dana kegiatan. Sekarang jarang,” kata Andre, warga Kecamatan Cempaga.

Bahkan, lanjutnya, untuk meminta sponsor kegiatan saja sulit. Calegnya lebih banyak sosialisasi dari rumah ke rumah ketimbang mengadakan kegiatan olahraga atau lainnya yang menyedot massa.

”Mungkin karena uang susah carinya,” tutur pria yang aktif dalam penyelenggaran kegiatan olahraga ini. (ang/hgn/ign).