PELITAKARAWANG.COM - Eksploitasi terhadap wanita masih marak terjadi di Kabupaten Karawang, dengan berbagai macam bentuk perlakuan dan modus seperti berpacaran kelewat batas karena janji sang pria mau menikahi sang wanita. Dan terkadang beberapa tindakan tersebut tidak dapat dikatakan melanggar hukum yang ada, namun tetap hal tersebut melanggar kepatutan dan norma di tengah masyarakat, juga merugikan bagi korban dan keluarganya.

Apalagi tindakan ini dilakukan oleh seorang oknum perangkat desa sekaligus anak seorang mantan Kades yang kembali mencalonkan diri dalam pesta demokrasi tingkat desa.
Diiming-imingi akan dinikahi oleh sang perangkat desa, janda beranak satu, berinisial DD (25) warga Kecamatan Pakisjaya ini akhirnya terpaksa menanggung malu kepada orangtua dan juga masyarakat sekitar tempatnya tinggal.
“Semenjak bulan September 2019 lalu kami menjalin hubungan. Dan saat itu yang bersangkutan berstatus sebagai duda karena telah bercerai dengan isterinya,” jelas DD, beberapa waktu lalu.
Menurut DD, bahkan semenjak bulan September 2019, layaknya pasangan suami isteri (Pasutri) sang perangkat desa selalu datang ke rumahnya dari sekedar berkunjung sampai dengan beristirahat (tidur-red) hingga pagi hari. Hal tersebut akhirnya diketahui oleh orangtuanya dan tetangga sekitar.
“Jelang Pilkades prilakunya berubah kepada saya, pernah ia bilang mau rujuk dengan istrinya karena istrinya hamil, dan saya jadi tak bisa berbuat apa-apa. Padahal sebelumnya ia berjanji, walau apapun yang terjadi akan tetap menikahi saya, itu diketahui orangtua dan keluarga saya, dan sampai saat ini sudah tak ada lagi komunikasi dengannya,” ungkap DD.
Untuk diketahui Mahkamah Agung (MA) RI telah mengeluarkan putusan No. 522 K/Sip/1994, dan dalam putusan tersebut MA secara tegas menyatakan tidak menepati perjanjian untuk melangsungkan pernikahan adalah ‘Perbuatan Melawan Hukum’ (PMH). (isk)