PELITAKARAWANG.COM- Arus migrasi bukan saja menjadikan Karawang sebagai sasaran pencari kerja, tetapi juga jadi lahan tempat tinggal. Tidak menentunya penerapan Perda Lahan Produksi Pertanian Berkelanjutan (LP2B) dan zonasi yang di cueki pengembang, membuat alih fungsi lahan pertanian luput dari pengawasan masif. Menyikapi itu, Komisi III DPRD Karawang berencana melakukan kajian bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) soal zonasi yang membuat Karawang kehilangan Marwah pertaniannya. 

"Semakin kesini lahan pertanian semakin menyempit, saya tengok ke darah Cengkong Kecamatan Purwasari, semakin banyak lahan yang di sulap jadi perumahan baru dan tak terbendung, " Heran Anggota Komisi III DPRD Karawang H Mahpudin kepada pelitakarawang.com, Selasa (4/2).

Dimana-mana, orang ingat Karawang selalu identik dengan pertanian dan beras. Tapi, dengan serbuan pengembang perumahan, seolah marwahnya semakin menyusut. Dirinya, sebut Mahpudin, mempertanyakan komitmen dari Pemerintah Desa dan Pemerintaj Kecamatan soal lahan pertanian berkelanjutan, apakah betul gerusan perumahan itu di zonasi yang semestinya? atau justru zonasi yang sebenarnya di larang ? Oleh karenanya, Bappeda dan Dinas Pertanian, ia harap bisa memetakan skema lahan-lahan yang memang kadung di bangun pengembang jadi perumahan. Apakah tidak bisa saran Dewan Demokrat ini, pengembang ini bangun sarana perumahan dalam bentuk seperti apartemen atau rumah susun? Sehingga, lahan yang di gunakan tidak semakin menyempit. "Lahan kita semakin habis, apakah pengembang tidak bisa bangun perumahan dalam bentuk apartemen ke atas tanpa harus menggerus lahan secara lebih luas? " Tanyanya.


Epeng, sapaan akrab H Mahpudin menilai, perizinan perumahan selama ini apakah sudah sesuai dan di perketat? Bagaimana dengan penyedia Fasos Fasum, apakah sudah sesuai ketentuan ? Sebab, kebanyakan perumahan dibangun ini jelas-jelas diperuntukan bagi masyarakat menengah atas, bahkan orang luar Karawang yang secara tidak langsung, berdampak pada tata sosial masyarakat sekitar. "Banyak pengaruh sosial dan budaya dengan banyaknya perumahan yang tak sesuai dengan kearifan masyarakat kita. Saya bukan anti investasi. Tapi apakah para pengembang ini faham akan dampak lingkungan dan sosialnya juga, " Ujarnya. 

Ia berharap, setelah koordinasi nanti dengan Bappeda, BPMPT hingga Dinas Pertanian, ada tidak lanjut soal ini. Karena jujur, ia prihatin perumahan besar-besaran terus di bangun sampai ke zona-zona yang seharusnya untuk pertanian. "Kita ingin ada tindaklanjut, bagimana selama ini pengembang memperhatikan aspek perizinan dan dampak, juga dari Eksekutif apakah regulasinya benar sudah di jalankan, " Tutupnya. (Rdi)