Satgas COVID–19 menyikapi situasi keamanan dan ketertiban di tengah wabah virus SARS-CoV-2 sedini mungkin. Memantau berita di media massa, indikasi tindakan kriminal meningkat selama pandemik.(25/4/2020).
Pandemi COVID – 19 telah memberikan imbas yang besar di berbagai sektor kehidupan.Beberapa faktor dapat dinilai sebagai pemicu terhadap isu keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat. 
Lesunya perekonomian dapat memicu masalah keamanan. Di sisi lain,adanya penetapan kebijakan untuk membebaskan narapidana. 
Terkait dengan pembebasan tersebut, Direktur Keamanan dan Ketertiban Kementerian Hukum dan HAM Tejo Harwanto menyampaikan bahwa pihaknya mengeluarkan kebijakan membebaskan sekitar 38.907 tahanan. 
Pembebasan ini bersyarat melalui program asimilasi dan integrasi sebagai upaya menghindari kemungkinan peningkatan infeksi virus corona di dalam penjara. Saat ini kondisi lembaga-lembaga permasyarakatan mengalami kelebihan kapasitas. 
Namun, ia mengatakan bahwa tidak ada angka kejahatan yang signifikan maupun meningkat karena pelepasan bersyarat dan asimilasi. 
Angka berada di sektiar 0,001 persen yang melakukan pengulangan tindak pidana. 
“Tidak semua yang diberitakan media benar sehingga perlu memberikan informasi-informasi positif,” kata Tejo saat diskusi di ruang digital pada Jumat lalu (24/4).
Ia menambahkan perlu untuk melakukan tidak saja mengendalikan kepanikan atau kegalauan tetapi juga mengurangi motif melakukan kriminalitas melalui media dan informasi ke publik.
Sementara itu, Data Polda Metro Jaya mencatat tidak terjadi peningkatan signifikan kriminalitas, seperti pencurian motor, curas, dan sebagainya. Pelaku asimilasi yang bebas telah melakukan tindak kriminal kembali sudah ditangkap dan diproses peradilan. 
Dir Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Suyudi Ario Seto mengatakan bahwa eskalasi kejadian memang perlu diantisipasi, potensi kejadian tindakan pidana ada yaitu tawuran dan penjarahan, di mana terjadi eskalasi pada saat Ramadan. 
“Ini disebabkan oleh situasi ekonomi saat ini. Pertambahan orang miskin baru bisa menyebabkan tingginya ancaman kemanan dan ketertiban,” tambah Suyudi. 
Sementara itu, dalam waktu dekat yakni 1 Mei ada momen politik May Day yang perlu mendapat perhatian.Tanggal tersebut bisa menimbulkan kumpulan massa karena kondisi saat ini mereka terkena dampak finansial. Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Centre for Strategic and International Studies Iis Gindarsah.
Sedangkan pendapat lain dari Dosen Kriminologi Fakultas Ilmu dan Sosial Politik UI Iqrak Sulhin menyampaikan munculnya kejahatan saat situasi bencana biasanya karena situasi sosiologis, ekonomi, politik. 
“Mostly karena ekonomi, tidak hanya kejahatan untuk bertahan hidup tetapi juga untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar-profesional crime,” ujar Iqrak. 
Ia menyampaikan bahwa pengalaman di Amerika Serikat pada saat badai Katrina 2005 memperlihatkan terjadinya crime displacement atau perpindahan kejahatan karena orang-orang yang mengungsi. 
Kemudian, New Orleans dan negara bagian lain yang menjadi tujuan pengungsi naik angka kejahatan, kekerasan hingga pembunuhan, pencurian pembobolan rumah, dan curanmor.Tantangan kondisi saat ini adalah pengendalian sosial yang baik perlu regulasi, sosialisasi, fasilitasi, sanksi.
Koordinator Bidang Perencanaan Gugus Tugas Wisnu Widjaja menyampaikan bahwa kondisi tekanan ekonomi yang berat selama pandemi COVID – 19 memicu peningkatan kelompok miskin baru. Ini bisa mendorong perilaku kejahatan. 
“Kita memerlukan adanya rencana kontijensi sehingga upaya-upaya pencegahan dilaksanakan sistematis, tanpa represif yang berlebihan. Tantangan selama pandemi banyak, tekanan ekonomi dan sosial, dan ancaman kesehatan mental karena rutinitas berada di rumah,” ujar Wisnu yang juga Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB. 
Ia mengatakan bahwa social engineering sebagai modalitas sosial dalam penanganan COVID - 19 dari tingkat nasional hingga daerah (RT-RW) serta peta dan skema tingkatan keamanan harus terlihat untuk upaya early warning system dalam isu keamanan.***