Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kejaksaan diminta mengawasi bantuan pandemi virus korona (covid-19). Bantuan yang nilainya mencapai ratusan miliar tersebut tak boleh dikeruk untuk kantong pribadi.
 
“Saya berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan wabah virus corona sekarang ini. Tidak boleh sampai terjadi korupsi di tengah upaya besar kita untuk menghadapi bencana yang luar biasa ini,” kata Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.

Dia tidak akan berkompromi terhadap penyimpangan yang terjadi. Ia meminta aparat hukum juga tegas menindak siapa pun yang mengambil kesempatan bagi kepentingan pribadi di tengah usaha keras pemerintah.

Doni juga mengajak masyarakat dan media massa ikut mengawasi berbagai bantuan yang telah diberikan. Sebab bantuan tersebut berasal dari masyarakat dan banyak negara.
 
"Laporkan saja kepada aparat penegak hukum apabila ada yang mencoba bermain-main dengan berbagai bantuan yang telah diterima dan penyalahgunaan perizinan bea masuk terhadap barang-barang untuk penanganan covid-19,” kata Doni.

Ketua Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPBD) itu juga mengingatkan, masyarakat jangan mengambil keuntungan yang tidak wajar selama pandemi. Terutama untuk usaha komoditas dan jasa yang berkaitan dengan penanganan covid-19.
 
Hal ini dilontarkan Doni karena banyak masyarakat mengeluhkan masker yang langka dan harga alat kesehatan melambung tinggi.
 
“Saya ingin mengingatkan, ada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kepada siapa saja yang mengganggu akses dalam penanganan kebencanaan seperti sekarang ini, bisa dikenakan tindakan pidana sesuai Pasal 77,” ujar Doni.
 
Pasal 50 ayat 1 UU 24/2007 menjelaskan, BNPB harus diberikan kemudahan akses terhadap pengerahan sumber daya, peralatan, dan pengelolaan dalam hal status keadaan darurat bencana. Mereka yang dinilai menghambat kerja BNPB dincaman pidana penjara paling singkat 3 tahun atau paling lama 6 tahun. Ditambah, ancaman denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp4 miliar.