Skenario hidup normal pasca wabah Covid-19 telah beredar ke publik dalam sebuah dokumentasi yang dipresentasikan dalam rapat resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Bulan Juni, dipatok sebagai awal untuk kembali memulai hidup normal.




Presentasi tersebut berjudul 'Road Map Ekonomi Kesehatan Keluar Covid-19', yang dipaparkan ekonom senior Raden Pardede dalam rapat resmi bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Skenario hidup normal kembali keras terdengar setelah jumlah kasus infeksi dalam negeri yang mengalami penurunan. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bahkan telah mengizinkan masyarakat di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas.

"Kelompok ini kita berikan ruang aktivitas lebih banyak, sehingga potensi terkapar PHK kita kurangi," kata Ketua Gugus Tugas Doni Monardo.

Hidup normal mungkin menjadi salah satu hal yang didambakan masyarakat. Apalagi, pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia menderita dan berdarah-darah, bahkan tumbuh di bawah ekspektasi Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah.

Lantas, apa jadinya ekonomi Indonesia apabila memang pada Juni hidup masyarakat belum kembali normal?

CNBC Indonesia berbincang dengan kalangan ekonom terkait hal itu. Mereka sepakat, apabila tidak ada pelonggaran kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.

"Paling buruk, kalau PSBB tetap dipertahankan," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Piter Abdullah saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Jumat (15/5/2020).

Piter mengemukakan perekonomian Indonesia akan mencatatkan minus apabila tetap mempertahankan PSBB, mengingat belum ada kepastian kapan wabah ini akan selesai. Aktivitas perekonomian pun akan semakin terhambat.

"Ini asumsinya penyaluran bansos tidak efektif, kebijakan fiskal tidak efektif, pengusaha juga bilang hanya survive sampai Juni, maka kita bisa drop jauh banget," katanya.

Piter memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mengalami kontraksi di kisaran -0 sampai -4% dengan asumsi tersebut. Namun, jika menggunakan asumsi PSBB dilonggarkan dan penyaluran bansos efektif, pertumbuhan akan 'sedikit' mengalami perbaikan.

"Pemerintah melonggarkan PSBB, masyarakat sudah bekerja, pemerintah meningkatkan efektivitas bantuan, maka pertumbuhan ekonomi masih berat tapi di 0% - 2%," kata Piter.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi yang cukup dalam apabila tetap dilakukan pengetatan kebijakan.

"Kalau dilonggarkan, saya pikir masih dalam kisaran 0 - 2%. Tapi kalau pengusaha nafasnya sudah susah, kebijakan diperketat masih dilanjutkan, bisa sampai 0%," kata Josua.

Menurut Josua, kebijakan PSBB yang telah diterapkan dalam beberapa bulan terakhir sudah cukup berdampak signifikan. Hal itu tercemin dari angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal pertama tahun ini.

"Perekonomian Indonesia harus mengadaptasi selama belum ditemukan vaksin," kata Josua.

Ancaman Bangkrut & PHK!

Pandemi Covid=19 telah berimbas kepada dunia usaha. Mereka megap-megap dalam menjalankan operasional saat ini. Diperkirakan banyak usaha mulai akan gulung tikar dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Juni atau setelah Lebaran, bahkan saat ini sudah terjadi PHK masif. Pengusaha mendesak ada relaksasi pembatasan sosial dan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi usai lebaran.

"Ada yang sudah mulai bangkrut kan. Nah, jadi kalau kita, harus ada yang monitor gimana kebangkrutan itu terjadi," kata Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/5).

Ia bilang demi menghindari kejadian sama terulang di banyak perusahaan lainnya, maka perlu ada transisi masa, dari kondisi berat ke masa recovery. Saat ini sedang tidak ideal karena tren positif Covid-19 kembali menanjak. Namun di sisi lain, pengusaha tidak bisa menunggu lama lagi untuk sanggup berada dalam masa bertahan.

"Harus lakukan relaksasi di tengah pandemi yang mungkin puncak-puncaknya. Itu yang disebut berdamai dengan Covid-19," ujarnya.

Apalagi, kalangan usaha menilai sejumlah langkah dari pemerintah yang mengucurkan stimulus triliunan rupiah tidak begitu terasa. Ia menilai di lapangan, masih terlihat ketidaksinkronan kebijakan dari atas.

"Sekarang paling penting grand strategi pemerintah untuk pindah dari survival ke recovery. Gimana policy-policy-ya? Kan waktu itu udah dianggarkan sekian triliun. Gimana implementasinya? Itu yang ditunggu dunia usaha," sebut Bob.

Kejelasan implementasi di lapangan memang ditunggu oleh dunia usaha. Karena jika kaku, maka akan berdampak besar. Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 Suryopratomo mengingatkan kembali dampak yang bakal timbul.

"Ada dua skenario yang sudah dilaporkan oleh Ibu Menteri Keuangan. Satu berat dan sangat berat, berat itu sekitar 2,9 juta pengangguran, kalau sangat berat bisa 5,2 juta," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/5/2020).**