Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menyampaikan bahwa terkait arus balik, akan dibicarakan dengan gugus tugas di tingkat provinsi, agar daerah-daerah yang telah steril atau berkurang tingkat keterpaparannya bisa tetap dijaga dan dilindungi.
“Kita tidak ingin setelah Lebaran perpindahan masyarakat dari satu daerah ke daerah lain justru menimbulkan masalah baru bagi daerah-daerah yang telah berkurang kasusnya,” ujar Kepala BNPB .
Pada kesempatan itu, Ketua Gugus Tugas juga menegaskan bahwa belum ada pengurangan terhadap pelonggaran, tetapi masyarakat sudah banyak yang beraktivitas di luar rumah.
“Jadi sekali lagi marilah kita sama-sama meningkatkan kesadaran bahwa aktivitas kita menimbulkan kerumunan itu akan membahayakan, baik membahayakan diri kita maupun membayarkan orang-orang di sekitar kita,” ujar Doni saat menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Terbatas (Ratas).
Kalau negatif, lanjut Doni, mungkin malah yang akan tertular, tetapi kalau positif tanpa gejala bisa jadi yang akan menulari. Ia menambahkan sangat dikhawatirkan apabila yang tertular itu adalah kelompok yang memiliki penyakit komorbid (penyakit penyerta).
“Yang selalu kami sampaikan bahwa mereka yang memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, diabet, jantung, kemudian PPOK/penyakit paru, asma, dan juga ginjal serta beberapa penyakit lainnya adalah kelompok yang paling berisiko,” jelas Doni.
Dari data yang telah berhasil dikumpulkan oleh Gugus Tugas, lanjut Doni, 68% mereka yang akhirnya wafat adalah penderita ginjal, sedangkan penderita jantung adalah 51%, dan penderita kanker adalah 50%.
“Jadi 3 kategori penyakit tersebut adalah kelompok orang yang paling berisiko. Sehingga dengan demikian, sekali lagi kami dari gugus tugas mengajak masyarakat agar hentikan kegiatan yang dapat menimbulkan pertemuan satu orang dengan orang lainnya,” terang Ketua Gugus Tugas.
Masalah salat Ied, Ketua Gugus Tugas juga mengakui mendapatkan laporan dari beberapa daerah masih adanya masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan ibadah.
“Mohon ini juga dimaklumi sebagai suatu hal yang bisa menimbulkan risiko. Kemarin juga kami telah menjelaskan kepada Majelis Ulama Indonesia tentang risiko-risiko yang bisa dihadapi oleh masyarakat yang melakukan pertemuan, baik di tempat ibadah maupun di tempat-tempat publik lainnya,” kata Ketua Gugus Tugas.
Sekali lagi, lanjut Doni, kekhawatirannya adalah ketika orang atau kelompok masyarakat yang telah terpapar positif  COVID-19, namun tidak diketahui gejalanya, itu yang dapat menimbulkan penularan kepada pihak lain.
“Dan ketika pihak lain ini adalah orang yang kelompok rentan, baik dari usia lanjut maupun mereka yang memiliki penyakit-penyakit yang berisiko, maka risikonya sangat tinggi dapat menimbulkan kematian,” jelas Kepala BNPB.
Untuk tes PCR per hari, tambah Ketua Gugus Tugas, pernah mencapai puncak yaitu 9.630, kemudian berkurang yang terlihat adalah suatu hal yang memang perlu ada pembinaan mengingat laboratorium-laboratorium ini tidak semuanya milik Kementerian Kesehatan.
“Sehingga para pejabat di K/L terkait untuk membantu memberikan pembinaan kepada pegawai yang bekerja di laboratorium sehingga memiliki kemampuan yang lebih tinggi lagi,” katanya.
Kemudian untuk video Indonesia Terserah, Ketua Gugus Tugas jelaskan bahwa pemerintah sangat tidak berharap kalangan dokter menjadi kecewa. Sejak awal, lanjut Doni, Pemerinrah selalu mengedepankan bahwa ujung tombaknya adalah masyarakat.
“Kalau seandainya masyarakat ada yang terpapar, lantas sakit, lantas kemudian dirawat di rumah sakit, apalagi dengan jumlah yang banyak dan tempat perawatannya penuh, maka yang sangat repot adalah tenaga dokter, termasuk perawat. Dari awal ini menjadi bahasan yang selalu kami kemukakan,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar jangan biarkan dokter-dokter itu kelelahan, kehabisan waktu, dan tenaga.
“Mereka telah menghabiskan waktu, tenaga, kemudian juga bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk keselamatan bangsa Indonesia. Oleh karenanya wajib kita lindungi,” jelasnya.
Menurut Ketua Gugus Tugas, jumlah dokter Indonesia termasuk yang paling sedikit di berbagai negara, total dokter kurang dari 200.000 orang sedangkan dokter paru berjumlah 1.976 orang.
“Artinya 1 orang dokter paru harus melayani sekitar 245.000 warga negara Indonesia, sehingga apabila kita kehilangan dokter, maka ini adalah kerugian yang besar buat bangsa kita,” katanya.
Ketua Gugus Tugas mengajak untuk bekerja sama serta saling mengingatkan, cegah, dan hindari jangan sampai menjadi sakit.
“Oleh karenanya, segala ketentuan yang berhubungan dengan protokol kesehatan dan juga ketentuan di bawah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan, hendaknya harus kita patuhi,” ungkap Doni.
Arahan Presiden tentang perkembangan COVID-19, menurut Doni, sejumlah pakar epidemiologi, pakar virus mengatakan bahwa sangat mungkin virus ini tidak akan hilang.
“Demikian juga vaksin yang sempat kita dengar akan segera ditemukan, ternyata sampai hari ini pun belum ada kepastian. Artinya dalam waktu yang sangat lama, kita tetap hidup tetapi berada di bawah ancaman COVID-19,” tambahnya.
Oleh karenanya, lanjut Ketua Gugus Tugas, pesan Presiden harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan dan berdampingan dengan bahaya COVID-19 ini bukan berarti membuat lengah.
“Berdampingan dengan COVID-19 bukan berarti kita menyerah, justru kita tingkatkan kewaspadaan kita agar kita tidak terpapar COVID-19,” pungkas Doni.**red