Memiliki jumlah penduduk 8 ribu jiwa, Pemerintah Desa Pasirjaya Kecamatan Cilamaya Kulon, berharap bantuan pengaman jaring sosial dari Pemprov Jawa Barat bisa lebih banyak ketimbang Desa Lainnya. Namun, harapan itu ibarat jauh panggang dari api, menyusul data sebelumnya, Bantuan berupa Sembako Rp350 ribu dan uang tunai Rp150 ribu yang di distribusikan ojek online tersebut, hanya menyasar 3 orang Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sempat hendak menolak bantuan, Desa pemilik Pantai Tanjung Baru ini akhirnya bertambah jumlah penerimanya menjadi 150 KPM. Sayangnya, penambahan dari 3 menjadi 150 KPM, masih membuat Kades berang, karena jumlahnya masih paling buncit nomor dua se Kecamatan Cilamaya Kulon setelah Desa Pasirukem.

"Penduduk kami ada 8 ribu jiwa, hasil data penambahan BanGub provinsi jadi hanya 153 orang, paling buncit nomor dua se Cilamaya Kulon, padahal Desa Bayur dengan jumlah penduduk 4 ribuan jiwa, jatah BanGub nya lebih besar hampir menyentuh ribuan, " Keluh Kades Pasirjaya Wakzie Saglak kepada pelitakarawang.com, Selasa (20/5).

Kades yang baru di lantik Februari tersebut menambahkan, dengan data buncit tersebut, ia pertanyakan pengajuan dan upaya TKSK Kecamatan dalam memperhitungkan data calon penerima BanProv tersbut di Pasirjaya, 
Kenapa Pasirjaya yang masyarakatnya diatas rata-rata dari jumlah penduduk desa-desa di Cilamaya Kulon, cuma mendapatkan jumlah begitu sedikit. "Sempat ada koreksi data yang diperbaharui TKSK sampai 1.400 KPM, tapi ternyata nihil, kalau begini kita balik curiga, apakah memang sistem atau memang upaya TKSK yang tidak tersistem, " Tandas Kades penghoby motor Trail ini.


Selain itu, sambungnya, internal Ikatan Kepala Desa (IKD) khususnya di Cilamaya Kulon, sebelumnya sepakati mau bagi rata distribusinya berdasarkan jumlah penduduk, sampai silaturahmi dengan Kabid Dinsos, namun hasilnya tetap itu-itu saja. Sementara, BanProv ini, akan mulai start besok Selasa (20/5) distribusinya kepada masyarakat. Atas dasar itu, ia tahu resiko yang akan dihadapi Kades dan pemerintah desa, maka secara tegas dirinya tetap menolak bansos tersebut, karena masyarakat jelas akan menyasar pemerintah desa sebagai biang dari ketidaksesuaian data tersebut. "Kalau memang rancu di masyarakat, kenapa tidak harus saya tolak sebagai solusinya. Saya tahu resiko penolakan ini, sebab, orang akan menyangka bahwa desa tidak mengajukan data serta kinerja baik, " Tandasnya.

Disinggung BLT dari Dana Desa, Saglak menyebut bahwa pemerintah desa sangat dilema hadapi persoalan BanGub ini. Memang sudah dibahas antisipasinya mengenai tercovernya kekurangan bansos tersebut dari BLT dana desa dan Pemkab Karawang, tapi setelah di kalkulasi, tetap tidak bisa tercover semuanya. "Kalau BanGub masih 150 KPM, dari BLT dana Desa juga belum bisa tercover semuanya, " Keluhnya. (Rd)