"Hayang dahar dinu hajat" (Ingin Makan dari Hajatan) menjadi satu dari ratusan tulisan tuntutan aksi para pekerja seni Karawang, Kamis (17/6) dikantor Bupati. Ungkapan itu, mewakili rasa lelahnya para pekerja seni seperti Jaipongan, Sisingaan, Organ Tunggal, Karawitan dan Calung yang harus terhenti berbulan-bulan akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terus diperpanjang. Terang saja, penghasilan yang hanya mengandalkan dari orang hajatan untuk hiburan, terpaksa sepi dan sulit berkreasi akibat larangan berkerumun masih di berlakukan selama darurat pandemi Covid-19. 

“Saya ngobrol dengan ketua-ketua, bisa sampai 50.000 pelaku seni di Karawang, mereka butuh perhatian, mereka sudah tidak bisa berkreasi. Sedangkan mereka ini tulang punggung keluarga, dengan PSBB inikan hajatan ditiadakan, ngamen saja tidak boleh, jadi terus di rumah. Sebuah keprihatinan luar biasa saat seketika seorang seniman ngomong ke saya sampai menggadaikan gendang, saya tanya kenapa, keluarganya tidak bisa makan,” ungkap koordinator aksi Nace Permana, Kamis (18/6).

Ia memohon kebijakan dari pemda dan kepolisian, walaupun PSBB ini tidak boleh berkerumun, tapi paling tidak berikanlah ruang hari ini untuk menyuarakan aspirasi. Karena banyak yang mengikuti SOP kesehatan dari yang datang saat ini. Ditambahkan Nace jika tidak direspon tuntutan dalam aksi ini, dampaknya krisis ekonomi para seniman akan lebih dalam, "Mereka sudah terang-terangan menggadaikan gendang dan lainnya. Jadi sudah betul-betul butuh. PSBB kita akui sebuah bencana nasional tapi paling tidak ada ruang kesempatan mereka. Kan tidak salah ada hajatan hiburan mereka ikuti protokol kesehatan,” ujarnya.  (Rd/rls)