Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pelaporan atas penyebaran informasi data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kamis sore (28/5/2020). 

Pelaporan ini terkait postingan akun twitter “Under The Breach @underthebreach” dalam bahasa Inggris terkait adanya informasi bocornya data kependudukan dan data DPT Pemilu 2014.Terjemahan dari postingan tersebut menjadi alat bukti yang disampaikan KPU kepada Bareskrim Polri.

Akun tersebut melakukan postingan pertama pada tanggal 21 Mei 2020 pukul 21.31 WIB dengan mengunggah pernyataan“Seseorang membocorkan data informasi tentang 2,3 juta masyarakat Indonesia.Data tersebut mencakup nama, alamat Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir dan beberapa hal lain.

Data ini sudah muncul sejak tahun 2013,dan seseorang menyatakan bahwa dia akan segera membocorkan 200 juta data informasi tambahan tentang masyarakat.” 

Pada pukul 22.39 WIB, akun tersebut kembali melakukan postingan kedua dengan mengunggah pernyataan “Ikuti terus, saya akan memperbaharui data jika dia memposting versi 200 juta.” 

Kemudian pada postingan ketiga,akun tersebut mengunggah “Halo komunitas, saya memutuskan untuk berbagi dengan anda tentang 2,3 juta data kewarganegaraan dan data Pemilu Indonesia.Karena menurut saya data penduduk Indonesia sepertinya jarang ada di forum ini (sepanjang yang saya coba cari). Data itu menyediakan nama, alamat, ID (NIK, NKK) dll. Sangat berguna bagi mereka yang akan melakukan pendaftaran nomor telepon yang membutuhkan ID (Anda perlu ID NIK NKK untuk pendaftaran). Atau melakukan pengambilan data nomor telepon yang didaftarkan dengan ID itu. Data ini adalah data mentah dalam format pdf. Data ini saya dapatkan dari KPU lembaga resmi penyelenggara pemilu.” 

Berdasarkan klarifikasi awal,penyidik Bareskrim Polri mengklasifikasikan laporan KPU ke dalam perkara dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong yang menyebabkan keonaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pada Pasal 14 ayat (1) menyebutkan “barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong,dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”, Pasal 14 ayat (2) menyebutkan “barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong,dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun”, dan Pasal 15 menyebutkan “Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap,sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga,bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun”. 

Sebelumnya,KPU sudah memastikan tidak terjadi kebocoran/hacking/peretasan terhadap data DPT Pemilu 2014 yang berada dalam penguasaan KPU. Saat ini, kondisi data DPT Pemilu 2014 di KPU RI dalam keadaan baik dan aman.KPU tetap memproses secara hukum terkait upaya penyalahgunaan data pemilih tersebut,meskipun data tersebut tidak didapatkan langsung dari KPU.

KPU berkomitmen untuk melindungi data pribadi sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum. 

KPU tidak pernah memberikan data secara utuh kepada pihak eksternal selama penyelenggaraan pemilu 2019. Data diberikan dengan mengganti beberapa digit NIK dan NKK dengan tanda bintang.**rls