Muslim menegaskan pentingnya melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran laporan keuangan yang terjadi di bidang lingkungan hidup, sebagaimana yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 oleh BPK. Diketahui dalam temuan BPK diperoleh sejumlah pelanggaran di antaranya terdapat 194 perusahaan sawit yang mengusahakan kegiatannya di lahan seluas ±1,02 juta hektare tanpa memiliki izin atau hak atas tanah (HGU).

Pelanggaran lainnya terdapat 181 perusahaan menggunakan kawasan hutan seluas ± 350 ribu hektare dan 110 perusahaan menggunakan kawasan gambut seluas ± 345 ribu hektare tanpa atau belum melengkapi persyaratan perizinan secara lengkap. “Harus dilakukan penegakan hukum terhadap temuan itu,” ujar Muslim,Senin, (29/06/2020).

Menurut Muslim, pelanggaran penggunaan 1,02 juta hektare tanpa izin HGU menyebabkan tidak adanya legalitas terhadap lahan tersebut, serta berpotensi pada kerugian dan kehilangan pemasukan negara dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perkebunan. Sementara pelanggaran atas penggunaan kawasan hutan dan gambut tanpa izin mengakibatkan terganggunya fungsi kawasan hutan serta ancaman kebakaran hutan dan kerusakan kawasan hidrologis gambut (KHG).

Legislator asal Aceh ini juga menilai bahwa temuan pelanggaran ini merupakan indikasi bahwa pihak korporasi dan pemodal besar dengan mudahnya menyelewengkan penggunaan lahan dan memanfaatkan kawasan hutan, dan bahkan penggunaannya tanpa izin. Oleh karenanya, Muslim mendesak Kementerian LHK dan atau instansi terkait untuk menindak tegas pelaku pelanggaran ini, dengan menjatuhkan hukuman baik secara administrasi perizinan, perdata maupun pidana.

"Selaku Anggota Dewan dalam tugas pengawasan, saya mendesak KLHK dan instansi terkait untuk menindak tegas dan menghukum seberat-beratnya pelaku pelanggaran kejahatan lingkungan seperti yang tertuang dalam audit BPK tersebut,” jelas politisi Partai Demokrat ini.

Penegakan hukum terhadap laporan BPK tersebut harus dilakukan guna meningkatkan penerimaan negara. Selain itu juga temuan BPK ini seperti menjawab kecurigaan sejumlah kalangan bahwa penegakan hukum kehutanan seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas**hs/sf