Beberapa hari terakhir, jagat maya di Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan tentang wacana pemberlaluan regulasi pajak sepeda oleh Kementerian Perhubungan.

Hal itu dipicu dari berita dari wawancara dengan Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI, Budi Setiyadi, beberapa waktu lalu yang dinilai telah disalahartikan.

Saat itu, Budi ditanya terkait maraknya pesepeda di masa pandemi Covid-19 yang berpeluang menjadi moda transportasi alternatif, selain angkutan umum dan pribadi yang digerakkan mesin.

Dalam siaran pers di Jakarta kemarin, (29/06), Kementerian Perhubungan RI melalui juru bicaranya, Adita Irawati, mengungkapkan bahwa pemberitaan tersebut keliru.



"Yang benar adalah kami sedang menyiapkan regulasi untuk mendukung keselamatan para pesepeda," jelasnya.

Hal tersebut juga untuk menyikapi maraknya penggunaan sepeda sebagai sarana transportasi oleh masyarakat.

Pihaknya juga menambahkan, jika regulasi tersebut akan mengatur dari sisi keselamatan para pesepeda dan bukan untuk memberlakukan pajak, seperti yang sempat beredar.

"Dalam masa transisi adaptasi kebiasaan baru memang ada peningkatan jumlah pesepeda, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta," disampaikannya lagi.

Regulasi itu nantinya akan mengatur hal-hal seperti alat pemantul cahaya bagi pesepeda, jalur sepeda dan penggunaa alat-alat penunjang keselamatan lainnya saat bersepeda.

Adita juga menyampaikan, bahwa di dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda dikategorikan sebagai kendaraan tidak bermotor yang pengaturannya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dalam hal ini, pihaknya juga mendorong pemerintah daerah untuk mengatur penggunaan sepeda, minimal dengan menyiapkan infrastruktur jalan maupun ketentuan lain di wilayahnya masing-masing.

"Pada prinsipnya, kami setuju adanya aturan penggunaan sepeda, mengingat animo masyarakat yang sangat tinggi harus dibarengi dengan perlindungan terhadap keselamatan," pungkasnya.**ts