Aku dan Jillian sudah menikah selama 10 tahun. Aku mencintainya dengan segenap jiwa dan raga, aku selalu berusaha untuk ada di sampingnya apa pun yang terjadi. Termasuk ketika dia terpuruk dalam usahanya.

ilustrasi

Sudah lama Jill ingin memiliki keturunan meskipun sebenarnya aku tidak menginginkannya. Aku berusaha selama dua tahun untuk mendapatkan apa yang Jill inginkan. Itu berarti aku harus berkali-kali datang ke rumah sakit dan melakukan banyak perawatan.

Penantian selama dua tahun lebih akhirnya aku dapatkan. Aku berhasil mengandung anak kami dan perjuangan 17 jam kontraksi pun terbayarkan saat memeluk putra kecil kami. Namun, setelah mendapatkan apa yang Jill inginkan, kupikir semuanya akan lebih harmonis.

Ternyata tidak, Jill selalu pulang dalam keadaan mabuk bahkan beberapa kali ia tidak kembali ke rumah. Jill tidak pernah sekalipun menggendong atau mengurus anak yang begitu ia inginkan. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri, aku tidak tampak muda dan tubuhku pun berubah sejak melahirkan putra pertama kami.

Belakangan baru kutahu kebenarannya kalau ternyata Jill memiliki kekasih di luar sana. Aku menemukan sebuah pesan singkat yang sangat mesra saat menantikan kehadirannya. Bukannya sedih, aku justru merasa geram.

Semua usaha dan pengorbanan yang selama ini kulakukan tampaknya sangat sia-sia di matanya. Aku memutuskan untuk mencari tahu siapa wanita itu dan di mana alamatnya. Beruntung dalam kurun waktu dua minggu aku sudah mengumpulkan beberapa data dibantu oleh salah satu teman.

Keesokan harinya setelah mendapatkan alamat itu, aku pun pergi membawa bayi kami yang masih berusia tiga bulan. Dengan harapan wanita itu akan luluh dan mau meninggalkan Jill tanpa pernah mengganggunya lagi. Sesampainya di sana, aku disambut oleh seorang wanita yang sepertinya seumuran denganku.

"Kamu menghancurkan keluarga kami, tolong tinggalkan suami saya," ucapku lirih. Tak lama ada seorang laki-laki yang menghampiri dengan langkah tertatih. "Dia siapa ibu?" Tanyanya, wanita itu kemudian menggendong anak laki-laki itu dan menyuruhku untuk masuk.

Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat, wajah anak itu sangat mirip dengan Jill. Anak itu seolah kembaran Jill saat masih kecil. Dengan wajah yang sangat kebingungan, wanita itu mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia menyuguhkan aku beberapa kudapan dan juga teh hangat.

Di sanalah ia bercerita bagaimana ia dan Jill bertemu, apa yang sebenernya terjadi di antara mereka. Ia mengatakan kalau selama ini Jill beralasan kerja di luar kota dan tidak pernah kembali. Baru beberapa bulan belakangan ia menghubunginya dan berjanji akan pulang.

Wanita itu bercerita kalau Jill meninggalkan anaknya selama hampir tiga tahun dan tidak pernah tahu perkembangan anak mereka. Ia bahkan tidak pernah tahu kalau Jill sudah menikah lagi denganku. Itu berarti sebenarnya akulah yang menjadi selingkuhan Jill selama ini.

Seketika hatiku sangat sakit mengetahui kebenarannya lalu sejak saat itu kami selalu bertukar cerita. Aku baru mengetahui sifat asli Jill ketika bersama Wilona, wanita itu. Jill selalu memiliki alasan untuk menyakiti Wilona baik fisik maupun psikis.

Aku dan Wilona pun pergi ke rumahku kemudian mengatur rencana untuk membuang Jill bersama. Dugaanku benar, malam itu Jill kembali ke rumah dengan keadaan setengah sadar. "Berani-beraninya kamu bohong padaku!" Teriakku saat Jill baru memasuki pintu rumah kami.

Seketika wajahnya pun berubah menjadi pucat saat melihat aku berdiri ditemani oleh Wilona. "Aku kira kamu tidak akan bisa mengurus bayiku," jawabnya, tanpa mendengarkan kalimat selanjutnya aku pun mengusir Jill dari rumahku. "Kami tidak punya waktu untuk mendengarkan celotehanmu, semua barang-barangmu ada di dalam koper di sana. Sekarang waktunya kamu pergi dari rumahku," ucapku.

Aku dan Wilona memutuskan untuk menjadi single parent untuk anak kami. Kejadian itu mengubah hubungan kami menjadi sahabat dan membesarkan anak-anak kami di atas atap yang sama.***