Belum sampai pada tahap 3, para Kepala Desa harus kembali menerima peluru kritikan dari masyarakatnya, sesaat setelah Bansos BLT Dana Desa, Bantuan Gubernur dan BST Pertanian kembali meluncur di lapangan. Tak tanggung-tanggung, momen rapat minggon desa jadi momen masyarakat menyuarakan protes terhadap kepala desa, baik untuk sebatas mempertanyakan doubel bantuan, peralihan tanpa kejelasan mekanisme, hingga terselipnya warga tidak mampu yang tak kunjung mendapat bantuan dari sumber manapun. Protes warga itu, terjadi seperti yang nampak di Desa Pulojaya dan Desa Karangtanjung, Rabu (22/7). 


Di Desa Pulojaya misalnya, belasan warga sengaja datangi rapat minggon Desa untuk mempertanyakan Bantuan Sosial Tunai (BST) khusus pertanian. Mereka, mempertanyakan kriteria dan sistem pendataan yang dilakukan Penyuluh Pertanian bersama pemerintah desa, sampai-sampai tidak memenuhi rasa keadilan untuk pemerataan BST dengan besaran Rp1,8 juta tiga bulan sekaligus. "Warga yang datang minggon itu, bukan demi, tapi hanya hadir dan ingin mempertanyakan soal pengajuan dan pendataan BST Pertanian yang menurut warga tidak memenuhi rasa keadilan. Di Desa hadir Kepala UPTD Pertaniannya juga di jelaskan, tapi ya sudah juga karena pada dasarnya semua ingin dapat bantuan BST Pertanian itu. Ya akhirnya, yang dapat BST harus rela menyisihkan lewat surat pernyataan kepada warga yang benar-benar belum mendapatkan bantuan jenis apapun, "  Katanya. 


Pemandangan serupa juga terlihat di Desa Karangtanjung Kecamatan Lemahabang, Kades setempat Juhari SH sampai harus berdiri di barisan depan untuk sekedar menjelaskan mekanisme dan tahapan berbagai jenis bantuan, baik BLT Dana Desa, BanGub, BST Pertanian, BST Kemensos hingga BPNT Reguler dan BPNT Perluasan. 

"Kita ingin pertanyakan, kenapa ada Musdes tapi data penerima masih saja selalu doubel antara satu bantuan dengan bantuan lainnya? Bahkan ada yang sampai dapat juga BST Pertanian? Ini sebenarnya justru jadi bumerang bagi Pak Kades sendiri ujungnya. Terus datang BST Pertanian, dan sekarang mau turun BanGub yang katanya mau di alihkan lagi bagi yang doubel, nah itu bagaimana lagi mekanismenya? Jadi masyarakat ini ingin memenuhi rasa keadilan, jelaskan secara transparan dan terbuka, toh justru kebanyakan aparat desa sendiri yang dapat bahkan doubel, " Tanya Warga Toplas Karang Tanjung, Kari. 

Menyikapi itu, Kades Juhari mengakui bahwa penurunan data BanGub yang di pangkas Gubernur tanpa mendengarkan ikhtiar para Kades di Karawang, akan berbuah banjir kritikan semacam ini terjadi. Apalagi, ditambah dengan turunnya BST Pertanian yang juga dadakan by name by adresnya. Mereka, sebut Juhari, pertanyakan kenapa BST pertanian Rp1,8 Juta, sementara BanGub paket juga justru tidak bisa mereka terima karena dampak pengurangan. Ia sampaikan, bukan keinginan dan campurtangannya bahwa BanGub itu berkurang, bukan wewenang desa juga siapa-siapa yang akan dapat BST Pertanian maupun BST Kemensos, kecuali Desa hanya domain menginput penerima BLT dari dana desa saja dan merevisinya, karena BanGub itu dari Provinsi, BST juga dari Kementrian Pertanian dan BPNT jadi wewenang Kemensos. "Hal seperti ini sudah kami duga akan banjir komplain, kita tidak bisa berbuat banyak. Karena memang domain bantuan itu wewenangnya beda-beda, kecuali kami hanya menggarap di BLT Dana Desa saja, " Pungkasnya. (Rd)